Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperkirakan 8,2 juta anak Indonesia pada 2019 memiliki kadar timbal darah (KTD) di atas 5 mikrogram per desiliter (µg/dL).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri merekomendasikan kadar timbal dalam darah (KTD) tidak melebihi 5 µg/dL untuk intervensi kesehatan masyarakat.
Paparan timbal sendiri berdampak serius pada kesehatan.
Terutama pada anak-anak, dengan risiko seperti anemia, gangguan sistem imun, menurunnya poin IQ serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak.
Anak merupakan generasi penerus bangsa, upaya perlindungan terhadap anak-anak dari bahaya timbal perlu diinisiasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Anas Ma’ruf, MKM mengatakan Indonesia telah membahas dan menekankan pentingnya menghasilkan data berkualitas tinggi untuk membantu memahami paparan timbal dan beban kesehatan pada anak Indonesia.
“Hal ini akan menjadi langkah awal yang penting menuju pencegahan paparan timbal yang efektif pada masa kanak-kanak bersamaan dengan pengurangan sumber timbal, penguatan sistem kesehatan, dan peningkatan kesadaran,” ungkap dr. Anas dari website resmi, Minggu (15/12/2024).
Dengan dukungan teknis dari Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Vital Strategies, serta Yayasan Pure Earth Indonesia, Kemenkes merintis upaya untuk membangun sistem pengawasan timbal dalam darah anak di Indonesia dengan menyelenggarakan Surveilans Kadar Timbal Darah (SKTD) tahap pertama sebagai langkah awal.
Sebelumnya, setidaknya telah dilakukan lebih dari 20 penelitian lokal di Indonesia terkait kadar timbal darah pada anak-anak.
Penelitian-penelitian ini memberikan wawasan dan menunjukkan pentingnya pemantauan paparan timbal pada anak-anak.
Namun, banyak dari penelitian ini dilakukan di wilayah yang terbatas, sumber paparan timbal yang sebagian sudah diketahui dan dengan ukuran sampel yang juga terbatas.
Maka, diperlukan SKTD untuk melakukan pemantauan paparan timbal pada anak-anak dengan menggunakan sampel yang representatif di wilayah yang lebih luas dan menyelidiki potensi paparan timbal di rumah.
Kegiatan Piloting SKTD tahap pertama yang dikoordinasikan oleh Kemenkes ini dijadwalkan pada Januari – Juli 2025 akan mencakup pemeriksaan darah untuk mengetahui KTD pada anak.
Kegiatan kunjungan ke rumah untuk mengambil sampel berupa debu, tanah, air, dan barang sehari-hari untuk diukur kadar timbalnya.
Epidemiolog Vital Strategies Edwin Siswono mengungkapkan mengetahui sumber timbal dan siapa yang paling rentan terhadap paparan adalah salah satu langkah awal untuk mengurangi paparan timbal.
Data yang dikumpulkan dari surveilans KTD ini akan menunjukkan sejauh mana kadar timbal pada anak-anak di Indonesia.
“Data juga dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi sumber utama timbal, serta untuk menyusun kebijakan dan program yang akan memperkuat kemampuan sistem kesehatan dalam melindungi anak-anak dari bahaya timbal,” ungkap Edwin.
Direktur Yayasan Pure Earth Indonesia Budi Susilorini mengatakan penting bagi orang tua untuk tahu sejak dini apakah ada timbal dalam darah anak dan apa saja potensi sumbernya.
Orang tua bisa segera mengambil langkah untuk mencegah anak dari bahaya paparan timbal dan memastikan tumbuh kembangnya berjalan optimal.
“Oleh karena itu, identifikasi sumber pencemar menjadi komponen penting dalam kegiatan ini dikarenakan dari hasil studi yang pernah dilakukan, termasuk di Indonesia, menunjukkan beragamnya sumber pencemar, bahkan dari produk yang kita gunakan sehari-hari,” pungkasnya.