TRIBUNNEWS.COM – Kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dilaporkan meminta faksi-faksi perjuangan Palestina di Suriah untuk menanggalkan atau melepaskan senjata mereka.
Pejabat HTS menyebut faksi-faksi itu tak akan lagi diizinkan memiliki senjata apa pun, kamp pelatihan, ataupun markas militer.
Menurut laporan Ibrahim Amin, wartawan Al-Akhbar, faksi-faksi Palestina harus membubarkan organisasi militer mereka sesegera mungkin.
Itu sebagai balasan atas upaya di bidang politik dan amal yang dilakukan rezim baru Suriah.
Sejumlah faksi Palestina, termasuk Fatah, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), Front Populer untuk Pembebasan Palestina-Komando Umum (PFLP-GC), Saiqa, dan Jihad Islam Palestina memiliki pejabat yang berada di Suriah. Mereka bertindak sebagai tamu pemerintah Suriah selama puluhan tahun.
Kepada Erem News, narasumber dari PFLP-GC berkata bahwa faksi-faksi itu diberi tahu tentang keputusan dalam rapat yang dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa di kamp pengungsian Palestina di Kota Damaskus.
Sharaa yang juga dikenal sebagai Abu Muhammad al-Jolani adalah pemimpin HTS yang baru saja menumbangkan rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah.
Pemimpin HTS, Mohammed Al-Julani yang menggulingkan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024. (X)
Dikutip dari The Cradle, banyak warga Palestina yang mengungsi ke Suriah saat peristiwa Nakba tahun 1948.
Pada saat itu milisi Zionis mengusir sekitar 750 ribu warga Palestina dari wilayah yang nantinya menjadi negara Israel.
Di Suriah, banyak pengungsi Palestina yang tinggal di Kamp Yarmouk di pinggiran selatan Damaskus. Kamp itu menjadi pusat diaspora warga Palestina.
Faksi-faksi Palestina itu membentuk kelompok perlawanan bersenjata yang menyediakan personel untuk Tentara Pembebasan Palestina (PLA). Kelompok tersebut menjadi penyokong Angkatan Darat Suriah.
Amin menyebut faksi-faksi Palestina kini dilarang menggunakan Suriah sebagai markas untuk aktivitas apa pun yang melawan Israel.
Menurut dia, pemerintahan baru Suriah tidak berujar tentang upaya membangun hubungan dengan Israel.
Meski demikian, perwakilan pemerintah menyinggung upaya untuk mencegah perlawanan apa pun terhadap Israel dari wilayah Suriah.
HTS tolak berperang dengan Israel
Pemimpin HTS al-Jolani mengaku enggan berkonflik dengan Israel meski Pasukan Pertahanan Israel (IDF) berulang kali menyerang Suriah.
Pemimpin HTS Abu Mohammed al-Jolani mengatakan Israel menggunakan Iran sebagai dalih untuk memasuki Suriah.
Kendati demikian, Jolani mengatakan pihaknya “tidak punya keinginan untuk terjun dalam konflik melawan Israel”.
Dikutip dari laporan Institut Kajian Perang (ISW) edisi 14 Desember 2024, Israel juga mengklaim enggan berkonflik dengan Suriah yang baru saja mengalami revolusi besar akibat ambruknya rezim Assad.
Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Herzi Halevi berujar pihaknya enggan campur tangan dalam urusan politik domestik Suriah.
Kata dia, IDF tujuan IDF beroperasi di Suriah ialah hanya untuk memastikan keamanan Israel.
Israel sudah melancarkan ratusan serangan yang menargetkan gudang-gudang senjata Suriah. Bahkan, Israel menduduki Gunung Hermon di Suriah.
Assad mengatakan dalih Israel menduduki Suriah itu suatu alasan yang lemah dan tidak bisa digunakan sebagai pembenaran.
“Israel sudah jelas melewati batas di Suriah, itu merupakan ancaman eskalasi tak berdasar di kawasan ini,” kata Jolani saat diwawancarai Syria TV.
“Kondisi suriah yang letih karena perang, setelah konflik dan perang bertahun-tahun, tidak mengizinkan adanya konfrontasi baru. Prioritas saat ini adalah pembangunan kembali dan stabilitas, tidak ditarik ke dalam sengketa yang bisa memunculkan kehancuran lebih lanjut.”
Di samping itu, dia mengatakan solusi diplomatik adalah satu-satunya cara untuk memastikan keamanan dan stabilitas. Menurutnya, “petualangan politik yang tanpa perhitungan” tidak dihendaki.
Houthi siap bantu HTS jika melawan Israel
Sementara itu, kelompok Houthi atau Ansrallah di Yaman mengaku siap membantu HTS jika mereka melawan serbuan Israel ke Suriah.
“Operasi militer kami untuk mendukung Gaza sedang berlangsung dan tidak akan menyimpang dari kompas perseteruan yang mengatur jihad kami melawan musuh negara itu,” kata Mohammed al-Bukhaiti selaku anggota biro politik Houthi melalui media sosial X hari Senin, (9/12/2024).
“Jika [HTS] beraksi melawan agresi Israel terhadap Suriah, kami akan menjadi yang pertama mendukungnya.
Adapun Pasukan Pertahan Israel (IDF) sudah melancarkan serangan besar ke Suriah dalam operasi yang disebut “Operasi Anak Panah Bashan”.
Selama tujuh hari belakangan Israel terus membombardir Suriah dengan serangan-serangan udaranya.
Pada hari Selasa, (10/12/2024), IDF mengklaim sudah menghancurkan 70 hingga 80 persen kemampuan militer Suriah di bawah rezim Presiden Bashar al-Assad yang kini tumbang.
“Dalam 48 jam terakhir, IDF menyerang sebagian besar gudang senjata strategis di Suriah,” kata IDF hari Selasa, (10/12/2024), dikutip dari All Israel News.
Israel berdalih serangan itu dilakukan agar mencegah senjata jatuh ke tangan “unsur teroris”.
Menurut Israel, Operasi Anak Panah Bashan sudah rampung hari Selasa pekan ini.
Adapun Bashan adalah nama Dataran Tinggi Golan dalam Perjanjian Lama. Golan diduduki Israel setelah Perang Enam Hari tahun 1967 dan dicaplok tahun 1981 meski tindakan itu tidak diakui dunia.
(Tribunnews/Febri)