TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan menolak untuk bertemu dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad setelah ia kabur ke Rusia.
Kabar kaburnya keluarga Assad ke Rusia menyusul runtuhnya rezim Assad setelah oposisi merebut ibu kota Suriah, Damaskus pada 8 Desember lalu.
Setelah kekuasaannya runtuh, Bashar al-Assad dikabarkan berupaya mencari bantuan kepada sekutunya, Rusia.
“Pada hari ketiga peluncuran operasi ‘Pencegahan Agresi’ yang diluncurkan oleh faksi oposisi Suriah untuk menggulingkan Bashar al-Assad, tersebar informasi rezim itu tiba di Moskow untuk bertemu Putin dan meminta bantuannya dalam menghadapi faksi oposisi,” lapor Al Arab TV, mengutip laporan koresponden, Saad Khalaf, Kamis (12/12/2024).
Namun, upaya tersebut ditolak oleh Putin dan hanya Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, yang menemuinya.
“Putin menolak menerima Assad. Menteri Luar Negeri Rusia yang menemuinya kemudian menolaknya,” kata sumber itu.
Menurut laporan itu, Sergei Lavrov mengatakan, “Kembalilah dan selesaikan sendiri masalah Anda.”
Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menekankan jika keluarga Assad mendapatkan suaka di Rusia maka itu adalah keputusan Putin.
“Jika Rusia memberikan suaka kepada Assad dan keluarganya, ini akan menjadi keputusan yang diambil oleh Presiden Rusia Vladimir Putin,” kata Dmitry Peskov.
“Tentu saja, keputusan serupa tidak dapat dibuat tanpa kepala negara, dan keputusan ini adalah keputusannya,” lanjutnya.
Ia menegaskan tidak ada pertemuan antara Putin dan Assad yang dijadwalkan baru-baru ini.
“Tidak ada pertemuan (yang diantisipasi antara Putin dan Assad) dalam agenda resmi presiden Rusia,” katanya.
Sementara itu, Rusia yang mendukung rezim Assad sejak tahun 2015 untuk melawan oposisi, telah membangun sejumlah pangkalan militer di Suriah.
Nasib pangkalan militer itu kini sedang dalam upaya perlindungan.
“Keamanan kedua pangkalan itu sangat penting. Kami melakukan segala yang mungkin dan diperlukan untuk berkomunikasi dengan mereka yang dapat memberikan keamanan. Tentara kami juga mengambil tindakan pencegahan,” kata Dmitry Peskov.
Sebelumnya, dikabarkan bahwa oposisi yang menggulingkan rezim Assad menjamin keamanan pangkalan militer Rusia dan lembaga diplomatik di Suriah.
Runtuhnya Rezim Assad dalam Perang Saudara Suriah
Rezim Assad yang berada di bawah Partai Baath runtuh pada 8 Desember 2024, setelah oposisi mengumumkan perebutan ibu kota Suriah, Damaskus.
Sebelumnya, oposisi bersenjata Suriah yang terdiri dari banyak faksi, meluncurkan serangan pada 27 November 2024 di Idlib, hingga berhasil merebut kota Aleppo, Hama, Homs, dan Damaskus dalam waktu kurang dari dua minggu.
Aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dipimpin oleh Abu Muhammad Al-Julani mendeklarasikan runtuhnya rezim Assad melalui pidato di Damaskus pada Minggu (8/12/2024).
Runtuhnya rezim Assad ini adalah buntut dari perang saudara yang berlangsung sejak tahun 2011.
Iran mulai membantu rezim Assad pada tahun 2011 dan Rusia mulai terlibat pada tahun 2015.
Pertempuran sempat meredup pada tahun 2020 setelah Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata antara rezim Assad dan oposisi di Idlib, sebelum meletus lagi pada 27 November lalu.
Rezim Bashar al-Assad berkuasa sejak tahun 2000, setelah meneruskan kekuasaan ayahnya, Hafez al-Assad pada 1971-2000.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)