TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum (Ketum) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie mengatakan industri pasar modal akan membaik mulai tahun depan karena kuatnya kondisi fundamental ekonomi Indonesia.
Hal itu dikarenakan akan adanya program-program Asta Cita pemerintahan Prabowo Subianto seperti program makan bergizi gratis, pembangunan tiga juta rumah murah setiap tahun hingga 2029, dan adanya penegakan hukum di semua bidang termasuk perekonomian, demi mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
“Saya nggak akan bohong mengatakan bahwa dalam waktu 1-1,5 tahun ini (industri pasar modal) choppy. Karena apa, karena kalau kita lihat (pasar modal) di US is very attractive (sangat menarik), pasti choppy. Tetapi, the good thing is fundamentally I think we are strong,” kata Anindya, saat menjadi keynote speaker acara Investor Network Summit 2024, di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Dijelaskannya, daya tarik investasi Amerika Serikat (AS) adalah faktor yang membuat harga saham dan obligasi Indonesia choppy atau fluktuatif.
Namun karena kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang kuat maka kondisi fluktuatif itu ada kecenderungan akan naik.
“Strong fundamentals only look stronger during turbulence (fundamental yang kuat hanya terlihat lebih kuat ketika terjadi turbulensi),” tuturnya.
“Saya lihat juga yang penting yaitu fiscal strength (kekuatan fiskal Indonesia). Kita punya debt to GDP (utang terhadap Produk Domestik Bruto/PDB) itu masih bisa dibilang relatif sangat sehat dibanding dengan area (indikator) lain,” katanya.
Dia juga memuji kebijakan Presiden Prabowo yang selain ingin memberikan keadilan kepada masyarakat agar benar-benar sejahtera, akan tetapi juga ada strategi untuk membangun soft infrastructure, seperti program makan bergizi gratis yang dianggap sebagai investasi masa depan dengan terbentuknya sumber daya manusia yang sehat.
“Yang paling penting kan adalah gizi,” imbuhnya.
Untuk gizi ini, kata dia, untungnya ada dua. Pertama, yang paling mudah untuk investasi masa depan. Kedua, adalah program-program belanja pemerintah yang juga akan difokuskan pada kesehatan dan pendidikan. “Ini multiplier effect-nya akan sangat besar,” jelasnya.
Selain Anindya, hadir juga sebagai keynote speaker yaitu Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Amalia Adininggar Widyasanti dan Kepala Riset/Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto.
Dalam paparannya, Rully Arya memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menembus 8.000 pada tahun 2025. Sebagai informasi, perdagangan saham di BEI, Jumat (6/12/2024) ditutup di level 7.382,87.
Sementara itu, Amalia Adininggar menyatakan, selama 20 tahun terakhir (di luar tahun saat krisis pandemi COVID-19), pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata berkisar lima persen. Dan tahun depan diperkirakan akan mencapai rataan 5,3 persen.
Hal tersebut dianggap menunjukkan stabilitas ekonomi Indonesia sudah terbukti karena makroekonomi memiliki fundamental yang sangat baik. Demi mendukung target bertahap pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen.
“Ini yang kemudian bisa jadikan kita sebagai modalitas bahwa stabilitas ekonomi Indonesia ini akan menjadi fondasi kunci untuk Indonesia bisa berakselerasi melalui transformasi ekonomi menuju pertumbuhan ekonomi 8 persen,” jelas Amalia.
Indonesia Pemimpin Potensial Global South
Dalam kesempatan itu, Anindya Bakrie juga mengungkapkan optimismenya bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk memimpin negara-negara Global South di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi dunia.
Anindya menceritakan, dalam lawatannya selama 2,5 pekan ke lima negara (China, AS, Peru, Brazil, dan Inggris) bersama Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu, ia mengamati bahwa Indonesia kini dipandang sebagai “shining example” atau contoh yang bersinar dari negara-negara berkembang.
“Di (KTT) APEC dan (KTT) G20, Indonesia dianggap sebagai pemimpin potensial Global South. Sumber daya melimpah, jumlah penduduk yang besar, dan posisi non-blok Indonesia menjadi nilai tambah yang diakui dunia,” jelasnya.
Menurutnya, di tengah persaingan kekuatan besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia, Indonesia tetap konsisten dalam membangun kerja sama strategis dengan berbagai pihak. Hal ini terlihat dari keberhasilan Indonesia mengamankan investasi besar, seperti proyek transisi energi bersama British Petroleum senilai 7,2 miliar dolar AS.
“Di tengah tekanan geopolitik, kepercayaan terhadap Indonesia justru meningkat. Negara-negara lain melihat kita mampu menjaga stabilitas dan menjadi mitra strategis di kawasan Asia Pasifik,” ujarnya.
Dengan fokus pada pembangunan soft infrastructure dan kebijakan industrialisasi, Anindya percaya Indonesia akan semakin kuat di tengah ketidakpastian global.
“Kepercayaan dunia terhadap Indonesia bukan hanya pada sumber daya, tapi juga pada kemampuan kita (Pemerintahan Prabowo) menjaga rule of law dan memperkuat ekonomi,” tegasnya.
Dalam acara yang diselenggarakan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia dan bertema Capitalizing On The New Government’s Economic Roadmap (Memanfaatkan Peta Jalan Ekonomi Pemerintahan Baru) itu, Anindya didampingi Wakil Ketua Umum Bidang Analis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia Aviliani, dan Wakil Ketua Umum Bidang Pembiayaan dan Industri Perbankan Kadin Indonesia Tigor M. Siahaan.