Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengerahkan tim ahli untuk membantu otoritas kesehatan setempat menyelidiki penyakit misterius mirip flu yang telah menginfeksi hampir 400 orang di Republik Demokratik Kongo di Afrika.
Tim tersebut terdiri dari ahli epidemiologi, dokter klinis, teknisi laboratorium, spesialis pencegahan dan pengendalian infeksi, serta ahli komunikasi risiko, menurut pernyataan WHO.
Meskipun masih banyak yang perlu dipelajari, wabah ini sangat memprihatinkan.
Hal ini diungkapkan oleh Lawrence Gostin, pakar kesehatan global dan direktur fakultas Institut O’Neill untuk Hukum Kesehatan Nasional dan Global di Universitas Georgetown.
“Kita tidak ingin menekan tombol panik sampai kita melihat apa yang sedang kita hadapi, tetapi ini adalah sesuatu yang harus diperhatikan secara saksama oleh dunia karena jika ini adalah jenis influenza baru yang sangat mudah menular, penyakit ini akan menyebar ke seluruh dunia dengan sangat cepat,” ungkapnya, dilansir dari USA Today, Sabtu (7/12/2024).
Kasus-kasus tersebut berpusat di provinsi Kwango di barat daya negara itu, di zona kesehatan Panzi.
Sementara WHO mengatakan 30 orang dilaporkan meninggal karena penyakit tersebut, otoritas setempat mengatakan kepada Reuters 143 orang meninggal karena penyakit tersebut, sejak akhir Oktober.
Who ungkap gejala penyakit tersebut sejauh ini meliputi sakit kepala, batuk, demam, kesulitan bernapas, dan anemia.
Reuters melaporkan bahwa penyakit ini tampaknya paling serius menyerang wanita dan anak-anak, terutama mereka yang berusia di atas 15 tahun.
Gostin mengatakan, ia sangat prihatin karena infeksi tersebut tampaknya menyerang orang-orang di usia produktif.
Bukannya orang-orang yang sangat muda atau sangat tua, yang merupakan korban flu yang paling umum.
“Ini misterius, karena ini bukan kejadian yang bisa kita lihat,” katanya.
Ia juga khawatir karena penyakit tersebut tampaknya menyebar dengan cepat dari orang ke orang.
Virus influenza lain yang sangat mematikan, seperti flu burung, tidak menyebar dengan mudah.
“Hal itu membuatnya sangat mengkhawatirkan,” katanya.
Ditambah lagi, Republik Demokratik Kongo memiliki sistem kesehatan yang sangat lemah dan masih dilanda perang saudara, dengan penduduk yang tidak mempercayai pengobatan arus utama atau dokter barat, kata Gostin.
“Mendapatkan sumber daya di sana untuk memadamkan api akan sangat sulit. Itu adalah campuran racun,” imbuhnya.
Tim pakar WHO tengah berupaya menyingkirkan patogen pernapasan seperti influenza atau COVID-19, serta penyebab lain seperti malaria dan campak.
Para investigator WHO setempat telah berada di area tersebut sejak akhir November dan bekerja sama dengan otoritas kesehatan negara tersebut untuk mengidentifikasi kasus-kasus.
Bantuan WHO akan difokuskan pada penguatan respons terhadap wabah, yang meliputi pengumpulan sampel, menemukan kasus aktif, merawat pasien, dan meningkatkan kesadaran publik, kata badan tersebut.
Mereka juga akan mengirimkan obat-obatan penting dan tes diagnostik.
“Prioritas kami adalah memberikan dukungan yang efektif kepada keluarga dan masyarakat yang terdampak,” kata Dr. Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika.
“Semua upaya sedang dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab penyakit, memahami cara penularannya, dan memastikan tanggapan yang tepat secepat mungkin.”
Panzi adalah komunitas pedesaan yang berjarak lebih dari 400 mil dari Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik Kongo.