TRIBUNJATENG.COM, JEPARA – Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara sepakat untuk mengusulkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jepara tahun 2025 naik sebesar 6,5 persen dari UMK sebelumnya.
Demikian yang disampaikan, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara, Edy Sudjatmiko seusai melaksanakan rapat pembahasan UMK 2025 di kantor Setda Jepara, Jumat (6/12/2024).
Dia mengatakan bahwa kesepakatan itu sesuai dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya kenaikan UMK juga sesuai dengan regulasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025.
Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa penetapan UMK tahun 2025 menggunakan formula UMK 2025 adalah UMK 2024 ditambah dengan nilai kenaikan UMK 2025.
Dimana nilai kenaikan UMK 2025 sudah disebutkan sebesar 6,5 persen dari UMK 2024.
Dalam pasal tersebut juga disebutkan bahwa Nilai kenaikan UMK 2025 mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Edy menjelaskan bahwa pada saat pembahasan sempat terjadi gejolak antara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dengan serikat pekerja.
Dimana serikat pekerja mengusulkan kenaikan upah yaitu 6,5 persen ditambah dengan tiga indikator lainnya.
“Tapi akhirnya baik Apindo maupun serikat pekerja dari buruh bisa sepakat kalau kenaikan UMK 6,5 persen,” kata Sekda Jepara, Edy Sujatmiko kepada Tribunjateng, Jumat (6/12/2024).
Ia menuturkan bahwa besaran UMK Jepara tahun 2024 yaitu Rp 2.450.915, jika naik 6,5 persen atau senilai Rp 159.309, maka UMK Jepara tahun 2025 menjadi Rp 2.610.224.
Bagi dia, nilai itu diketahui lebih besar dari hasil survei Kebutuhan Hidup Layak yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan pada Senin, (18/11/2024) lalu.
Dimana nilai KHL Jepara yaitu Rp 2.450.915.
Selain mengusulkan UMK, Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara juga telah sepakat untuk mengusulkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK).
Dalam regulasi yang diatur dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2024, UMSK harus lebih tinggi dari UMK.
UMSK berlaku untuk sektor yang memiliki resiko dan tuntutan pekerjaan yang lebih berat.
Seperti industri manufaktur, padat karya, logam, dan tambang.
“Tetapi karena dalam permenaker itu UMSK belum diatur secara rigit untuk besarannya menunggu regulasi selanjutnya,” tutupnya. (Ito)