loading…
Pengamat hukum dan aktivis antikorupsi Hardjuno Wiwoho menyebut sayembara Harun Masiku bentuk lemahnya penegakan hukum. Foto/istimewa
JAKARTA – Kasus buronan Harun Masiku kembali menjadi perhatian publik setelah Maruarar Sirait mengumumkan sayembara senilai Rp8 miliar untuk menemukan keberadaannya.
Pengamat hukum dan aktivis antikorupsi Hardjuno Wiwoho, menilai langkah ini mencerminkan kebuntuan dalam penanganan kasus yang telah berlarut-larut sejak 2020.
“Kasus Harun Masiku tidak hanya soal seorang individu, tetapi telah menjadi simbol persoalan mendasar dalam sistem hukum kita,” kata Hardjuno, KamIs (5/12/2024).
Hardjuno mengaku prihatin dengan lemahnya koordinasi antarlembaga penegak hukum. Kondisi ini menyebabkan ketidakmampuan menangkap Harun Masiku meskipun sudah ada informasi terkait keberadaannya.
Kandidat doktor bidang hukum dan pembangunan Universitas Airlangga (Unair) ini menegaskan, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik.
“Sayembara ini menunjukkan keprihatinan masyarakat. Namun, keadilan tidak boleh hanya bergantung pada inisiatif individu. Aparat penegak hukum harus mempercepat penyelidikan dan mengevaluasi kendala yang ada,” tegasnya.
Karena itu, Hardjuno menegaskan, momentum ini harus dimanfaatkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga terkait untuk meningkatkan upaya penegakan hukum. Selain itu, Hardjuno juga menyerukan agar pemerintah menunjukkan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi.
“Kasus ini adalah cerminan dari bagaimana kita memerangi korupsi, yang merupakan penyakit sistemik yang menggerogoti moralitas bangsa dan pembangunan nasional,” lanjutnya.