Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Hizbullah Kirim 3.000 Pasukan ke Homs-Damaskus, Amankan Jalur Penting dari Oposisi Suriah – Halaman all

Hizbullah Kirim 3.000 Pasukan ke Homs-Damaskus, Amankan Jalur Penting dari Oposisi Suriah – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM – Partai Hizbullah Lebanon mengirim 3.000 anggotanya dalam 48 jam terakhir ke Damaskus dan Homs setelah oposisi bersenjata Suriah menguasai Kota Aleppo, Idlib, dan Hama.

“Pimpinan partai (Hizbullah) memobilisasi jumlah tersebut dan bergegas mengumpulkannya dari beberapa daerah di selatan, Bekaa, dan pinggiran selatan Beirut, meskipun mereka menderita banyak kerugian dalam perang dengan Israel,” lapor Al Arabiya, mengutip sumber, Jumat (7/12/2024).

Hizbullah mengirim pasukan untuk mengamankan jalur Homs ke Damaskus.

“Tujuan utama Hizbullah dengan mengirimkan sejumlah pejuangnya ke Suriah adalah mengamankan perlindungan jalan Homs hingga Damaskus dan garis pantai untuk mencegah faksi bersenjata menguasainya,” lanjutnya.

Selain itu, Hizbullah juga menutup perbatasan Lebanon dengan Suriah.

“Direktorat Keamanan Publik dan Komando Angkatan Darat mengambil keputusan untuk menutup penyeberangan dengan Suriah dan hanya mempertahankan penyeberangan Masnaa,” tambahnya.

Keputusan tersebut disebut sebagai langkah untuk mempertahankan perbatasan Lebanon dari serangan oposisi Suriah.

“Langkah-langkah yang dilakukan Lebanon ini bertujuan untuk melindungi negaranya dari bahaya yang baru-baru ini terjadi di Suriah,” katanya.

“Jika situasi di Suriah semakin memburuk dan Homs jatuh ke tangan faksi-faksi bersenjata, mereka akan dapat memberikan ancaman di Damaskus,” lanjutnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem mengatakan Hizbullah akan berdiri bersama sekutunya, rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, untuk melawan oposisi.

“Serangan ‘kelompok teroris’ ingin menyabotase Suriah lagi untuk menggulingkan rezim di Suriah dan ingin menimbulkan kekacauan di sana,” kata Naim Qassem, Kamis (5/12/2024).

“Mereka tidak akan dapat mencapai tujuan mereka meskipun mereka telah melakukan apa yang mereka lakukan beberapa hari terakhir,” ujarnya.

“Kami, sebagai Hizbullah, akan berada di sisi Suriah dalam menggagalkan tujuan agresi ini dengan apapun yang kami bisa,” lanjutnya.

Namun, Naim Qassem tidak menjelaskan bagaimana Hizbullah akan mendukung Suriah.

Perang Saudara di Suriah

Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar al-Assad dari Partai Ba’ath selama puluhan tahun.

Presiden Bashar al-Assad berkuasa sejak tahun 2000 setelah pada tahun-tahun sebelumnya, ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi Presiden Suriah selanjutnya.

Ia diyakini sebagai pengganti kakaknya, Bassel al-Assad yang menjadi calon penerus ayahnya, meninggal dunia pada tahun 1994 karena kecelakaan.

Rezim Hafez kemudian merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar al-Assad dapat mencalonkan diri.

Selama protes tahun 2011, kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.

Di tengah runtuhnya keamanan di Suriah, muncul kelompok pemberontak termasuk HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki.

Iran melakukan intervensi militer di Suriah pada tahun 2012, setelah memberikan bantuan politik dan logistik pada tahun sebelumnya.

Pada tahun 2015, Rusia secara militer membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung AS yang disebut “pemberontak moderat” oleh Washington.

Pada tahun 2016, Presiden Bashar al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu.

Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.

HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut Kota Aleppo, Idlib, Hama, hingga Homs yang direbut baru-baru ini.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)