TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menyambut baik rencana pemerintah menerapkan insentif untuk mengantisipasi kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), sekaligus mendorong penjualan kendaraan di Indonesia.
Seperti diketahui, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah telah membahas insentif yang akan diberikan untuk mendorong sektor otomotif pada 2025.
Adapun, skema insentif yang telah dibahas di antaranya yakni insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) hingga mobil hybrid.
“Kami menyambut gembira rencana pemerintah. Karena, di tengah kebijakan-kebijakan yang sifatnya kontraktif ini ada kebijakan yang sifatnya stimulus, yang membangun daya beli dunia usaha. Jadi inisiatif-inisiatif seperti ini yang sebenarnya diharapkan ya di kita. Ya mudah-mudahan bisa diimplementasikan itu,” ujar Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Bob Azam, Jumat (6/12/2024).
Menurut Bob, insentif tersebut juga akan mendorong dunia usaha kembali bergeliat, khususnya di sektor otomotif.
Seperti diketahui, saat ini penjualan mobil ditargetkan untuk mencapai 850.000 unit, jumlahnya turun antara 15-17 persen dibandingkan tahun lalu.
Dengan kenaikan PPN dan Opsen, industri otomotif diprediksi akan terkoreksi hingga dua kali lipat dari angka tahun 2024.
“Kita sudah pernah pengalaman kan waktu COVID-19, begitu pemerintah kasih relaksasi (ppnbm), dampaknya penjualannya lebih bagus, malah tax revenue-nya pemerintah juga lebih naik. Jadi seperti yang sering saya sampaikan bahwa tidak selalu relaksasi itu berujung kepada tax revenue yang turun. Sebaliknya tidak selalu tax rate yang naik berujung kepada tax revenue yang naik,” katanya lagi.
Bob menjelaskan, pemerintah harus berhati-hati melihat berapa kadar tax yang tepat untuk ekonomi kita dengan income per capita sekitar 4.000 USD. Pasalnya, dengan struktur industri yang seperti ini belum tentu sama dengan negara lain.
“Jadi kita gak bisa bilang negara kita lebih rendah atau lebih tinggi gitu lho. Tapi harus disesuaikan dengan struktur industri dan struktur ekonomi yang ada di kita,” ujarnya.
Yang terpenting, kata Bob, tax rate berapa yang paling optimum bagi kita yang bisa meng-create ekonomi dan meng-create employment. Karena pertumbuhan tinggi tanpa ada employment, tanpa ada multiplier efek di pajak itu gak berkualitas.
“Jadi ke depan harus mulai diperhatikan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,” ujarnya.
Di sisi lain, Bob tidak mau berandai andai, tapi pengalaman membuktikan saat pandemi, relaksasi bisa mendorong penjualan kendaraan.
Bob mencontohkan, di beberapa negara seperti di Cina yang memberikan insentif bagi dunia usahanya supaya bisa terus produksi dan bisa ekspor, dan yang paling penting adalah meng-create employment.
Gaikindo mencatat, sepanjang Januari – Oktober 2024, total penjualan mobil secara wholesales tercatat sebesar 710.406 unit atau turun 15 persen year-on-year (YoY) dari periode sama 2023 sebesar 836.128 unit.
Sementara itu, penjualan mobil ritel atau dari diler ke konsumen juga turun 11,5 persen YoY menjadi 730.637 unit pada periode 10 bulan 2024, dibandingkan 825.692 unit pada periode yang sama 2023.