TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kota Semarang disebut berpotensi dilanda banjir pada periode Januari-Februari 2025.
Selain akibat puncak penghujan, penyebab banjir di kota ATLAS tersebut diakibatkan dampak penurunan tanah serta makin berkurangnya daerah-daerah resapan air.
Bahkan BMKG, banjir yang terjadi bisa secara ekstrem, sehingga masyarakat diminta waspada dan pemerintah daerah bersiap diri untuk meminimalisir risikonya.
BMKG menyebut, Kota Semarang berpotensi dilanda banjir tahunan pada Januari-Februari 2025.
Hal tersebut dikatakan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati berdasarkan peristiwa banjir yang menerjang Semarang pada akhir 2022, awal, dan akhir 2023, serta awal 2024.
Dwikorita Karnawati mengatakan, Semarang berpotensi dilanda banjir pada awal tahun depan karena tingginya curah hujan di Jawa Tengah.
Berdasarkan citra yang dirilis BMKG, curah hujan di Jawa Tengah dapat mencapai 300-400 milimeter per bulan.
Jumlah ini tergolong tinggi untuk suatu wilayah.
“Puncaknya musim hujan pada Januari-Februari 2025.”
“Di atas 300 sampai 400 milimeter per bulan.”
“Curah hujannya potensi tinggi,” ujar Dwikorita Karnawati seperti dilansir dari Kompas.com, Jumat (6/11/2024).
Faktor Lain Penyebab Semarang Berpotensi Banjir
Curah hujan tinggi bukanlah satu-satunya faktor yang memicu banjir di Semarang setiap tahunnya.
Dwikorita Karnawati menerangkan, ada kemungkinan faktor penurunan lahan karena pemompaan air tanah dan tanggul jebol ikut berkontribusi saat banjir di Semarang.
Pernyataan Dwikorita soal penurunan lahan di Semarang selaras dengan temuan ahli geodesi Universitas Gadjah Mada (UGM) Heri Sutanta pada Januari 2023.
ILUSTRASI Pengendara melitas di jalanan Kota Lama yang tergenang saat terjadi banjir Semarang. (Tribun Jateng/ Iwan Arifianto)
Dilansir dari laman resmi UGM, Jumat (6/12/2023), dia menyebut bahwa kenaikan air laut global setinggi 3-5 milimeter per tahun dan penurunan tanah di Semarang mencapai 9 sentimeter.
Karena alasan itulah Semarang kerap dilanda banjir ketika curah hujan tinggi karena posisi daratan lebih tinggi daripada permukaan air laut.
Dwikorita Karnawati menambahkan, banjir di Semarang bisa diperparah dengan rob saat kemunculan Bulan purnama.
Rob adalah banjir yang disebabkan oleh masuknya air laut ke daratan karena pasang air laut yang tinggi.
“Yang berbahaya terutama kalau kondisi ekstrem.”
“Itu kan (curah hujan) bulannya 300-400 milimeter per bulan.”
“Tetapi namanya hujan ekstrem bisa saja hujan yang 300 milimeter harusnya turun satu bulan, itu bisa turun dalam waktu 1-2 hari,” imbuh Dwikorita.
Pihaknya berharap, Pemkot Semarang bisa melakukan langkah antisipasi banjir dengan mengecek drainase dan kondisi tanggul supaya tidak jebol.
Wilayah lain di pantai utara Jawa, seperti Kabupaten Demak juga diminta mewaspadai potensi banjir pada awal 2025.
“Jadi mohon diwaspadai, jangan sampai terjadi,” tandas Dwikorita Karnawati.
Strategi Pemkot Semarang Antisipasi Banjir
Menjelang awal 2025, Pemkot Semarang sudah bersiap menghadapi banjir.
Salah satunya dengan mengintensifkan pembersihan saluran sungai dan melakukan pengerukan sedimen sungai.
Kepala DPU Kota Semarang, Soewarto mengatakan, fokus pembersihan dan pengerukan dilakukan di Semarang bagian timur, seperti Kali Sringin Lama, Kali Tambi, Kali Tlogosari Wetan, Kali Sodor, Kali Gebang Anom, anak Kali Sodor, samping Tol USM.
Hal yang sama juga dilakukan di Kali Kokrosono, Kali Semarang Ruas Layur-Yos Sudarso, Kali Barder Bandarharjo, Saluran Tambak Lorok, Kali Asin, dan Long Storage Kali Baru.
Upaya lain untuk mengantisipasi banjir dilakukan dengan pemasangan 16 alat pendeteksi dini atau early warning system (EWS).
Kepala BPBD Kota Semarang, Endro P Martono mengatakan, EWS sudah dipasang di sejumlah sungai.
EWS tersebut bekerja seperti alarm yang berbunyi jika debit air sungai mengalami kenaikan.
“Sudah kami siapkan dan cek semuanya berfungsi, jadi ini lebih baik,” ujar Endro P Martono. (*)