Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI buka suara terkait pernyataan bersama atau joint statement antara Indonesia dengan China yang menyebutkan bahwa RI menyetujui adanya klaim tumpang tindih (overlapping claim) atas Laut China Selatan (LCS).
Pernyataan bersama tersebut dipublikasikan pasca pertemuan pertama antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping di Beijing, China pada Sabtu (9/11/2024) lalu.
Juru Bicara Kemlu RI, Rolliansyah Soemirat, mengakui memang ada pernyataan bersama antara RI-China tetapi ini bukan klaim tumpang tindih, melainkan pernyataan untuk bekerja sama di perairan tersebut.
Dalam press briefing di Kantor Kemlu, Jakarta Pusat pada Kamis (5/12/2024), Roy mengakui memang ada sebuah joint statement yang merupakan salah satu dari sekian banyak hasil perjalanan Presiden Prabowo Subianto ke Beijing pada November lalu.
“Ada salah satu paragraf yang terkait dengan isu pernyataan bersama antara RI dengan China pada bagian operasi maritim… tetapi paragraf itu tidak begitu sendiri, dapat dilihat dengan kesatuannya dengan paragraf lain termasuk adanya paragraf khusus yang jelas-jelas menekankan bahwa kedua negara akan terus saling menghormati kedaulatan dan integritas teritorial,” kata jubir yang akrab disapa Roy tersebut.
“Banyak yang bisa diuraikan di pernyataan tersebut, bahwa yang kita sepakati adalah bahwa adanya pemahaman umum tentang pentingnya joint development. Dalam pernyataan itu, kami tidak bicara masalah klaim yang tumpang tindih, kami tidak membahas itu,” lanjutnya.
Roy menyebut yang akan dilakukan RI di bawah kesepatakan itu adalah pembentukan sebuah komite pernyataan bersama antar pemerintah yang akan menjejaki kerjasama tersebut di masa mendatang.
“Ada jangka waktu untuk pembentukan komite tersebut, dan komitenya belum terbentuk. Pernyataan bersama tersebut juga tidak bicara tentang detail dari overlapping claims, apakah ada, apakah akan ada. Jadi mari kita coba untuk tidak melampaui sesuatu yang sudah tertulis dan disetujui antara dua pihak,” tandasnya.
Dalam joint statement Prabowo dan Xi memang tidak menyebut LCS secara eksplisit, tetapi kedua negara menegaskan komitmen untuk bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas di perairan tersebut.
Namun banyak yang merespon bahwa hal ini jelas bertentangan dengan pernyataan yang selama ini dipertahankan Indonesia bahwa LCS adalah milik RI karena berada dalam Zona Ekonomi Eksekusif (ZEE) dan sah menurut Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982.
Sebagai informasi, China selama ini sudah mengklaim hampir seluruh wilayah LCS, yakni sekitar 90% yang meliputi area seluas sekitar 1,3 juta mil persegi, dengan konsep sembilan garis putus-putus (nine-dash line), yang kemudian berubah menjadi 10 garis putus-putus. Klaim ini termasuk sebagian besar pulau di dalamnya.
Dari klaim sepihak tersebut, Negeri Tirai Bambu bahkan telah mendirikan pos-pos militer di pulau-pulau buatan yang dibangunnya di sana. LCS sendiri dilintasi oleh jalur pelayaran penting dan berisi ladang gas dan tempat penangkapan ikan yang kaya.
Klaim teritorial sepihak tersebut tumpang tindih dengan klaim beberapa negara ASEAN dan Taiwan. Selain dengan China, LCS sendiri berbatasan dengan Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
(luc/luc)