TRIBUNNEWS.COM – Data Kementerian Perindustrian mencatatkan bahwa sejak tahun 2012 hingga 2024 ada 34 insiden bencana yang terjadi di sektor industri kimia, mulai dari kasus kebakaran, kebocoran, keracunan hingga ledakan.
Untuk itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan setiap industri, termasuk sektor industri kimia hendaknya tidak perlu ragu untuk berinvestasi dalam aspek keselamatan kerja di lingkungan industri untuk menekan risiko bahaya hingga sekecil mungkin.
“Kami juga menekankan agar industri tidak lalai dalam penanganan keselamatan, karena potensi bencana yang diakibatkan oleh kelalaian justru akan dapat sangat membahayakan investasi,” tegas Agus Gumiwang.
Perlu diketahui, bahan kimia banyak dimanfaatkan di berbagai sektor, diantaranya sektor industri, pertanian, kesehatan seperti farmasi, pertambangan, pertahanan dan keamanan, penelitian dan pengembangan, serta kegiatan produktif lainnya.
Industrinya sendiri tentu tidak terlepas dari risiko bahaya, baik yang disebabkan oleh bencana alam, kegiatan manusia ataupun kegagalan peralatan. Ini menjadi sebuah indikasi akan kesadaran dalam penerapan pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat bahan kimia masih perlu terus ditingkatkan.
Risiko bahaya ini dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan, terganggunya kestabilan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan. Terlebih, kerugian materi akibat dari bencana kimia tentu sangatlah besar dan mengganggu operasional perusahaan dan kelancaran aliran rantai pasok bahan/barang kimia.
Dalam upaya meminimalkan kerugian, baik materi maupun nonmateri, maka diperlukan adanya langkah pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat bahan kimia dalam kegiatan usaha industri yang juga diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Keadaan Darurat Bahan Kimia dalam Kegiatan Usaha Industri Kimia.
Peraturan Menteri ini mewajibkan industri kimia untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan melalui identifikasi risiko pada industri serta menyusun dokumen-dokumen prosedur keadaan darurat bahan kimia.
“Dalam rangka implementasi Permenperin tersebut, beberapa kegiatan telah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian mulai dari pendampingan industri agar upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat dapat diterapkan dengan baik. Inspeksi terhadap setiap insiden bencana bersama tenaga ahli untuk dapat mengetahui penyebab utama kejadian,” terang Menperin.
Selain itu, Kemenperin juga menyelenggarakan berbagai lokakarya dan pelatihan untuk dapat meningkatkan kemampuan industri dalam menyusun dokumen pedoman keselamatan Perusahaan, termasuk coaching clinic dan capacity building GHS untuk meningkatkan kemampuan para pelaku industri dalam menyusun dokumen keselamatan tersebut.
Berdasarkan ketentuan, dokumen keselamatan yang disusun secara self assesment ini selanjutnya wajib diproses lebih lanjut untuk diverifikasi.
“Setiap perusahaan yang telah menerapkan seluruh kriteria sesuai dengan ketentuan yang berlaku, akan memperoleh sertifikat tanda sah yang menyatakan bahwa perusahaan telah menerapkan aspek pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat bahan kimia dengan baik,” tutur Menperin.