Jakarta, CNN Indonesia —
Akhir pekan lalu, nama “David Mayer” menjadi perbincangan hangat di dunia maya. Namun, yang menarik, nama tersebut justru tidak diakui oleh ChatGPT.
Kejadian ini memicu rasa penasaran banyak orang di media sosial, terutama karena chatbot populer tersebut tampaknya “menolak” untuk menyebutkan nama tersebut.
Para pengguna ChatGP, yang dikenal sebagai “wrangler chatbot” mencoba berbagai cara untuk memaksa chatbot itu mengetik “David Mayer”. Sayangnya upaya mereka berujung pada kegagalan.
Jawaban dari ChatGPT bervariasi, mulai dari “terjadi kesalahan”, “saya tidak dapat memberikan tanggapan”, hingga hanya berhenti di kata “David”.
Hal ini memicu berbagai spekulasi daring mengenai siapa sebenarnya David Mayer. Sebagian pengguna bahkan mengira bahwa Mayer mungkin telah meminta namanya dihapus dari sistem ChatGPT, berdasarkan aturan privasi tertentu.
Namun, penjelasan akhirnya datang dari pengembang ChatGPT, OpenAI, yang menyatakan bahwa insiden tersebut disebabkan oleh kesalahan sistem.
“Salah satu alat kami secara keliru menandai nama ini dan mencegahnya muncul dalam tanggapan. Hal ini tidak seharusnya terjadi, dan kami sedang bekerja untuk memperbaikinya,” ujar juru bicara OpenAI.
Spekulasi liar di media sosial pun berkembang. Beberapa pengguna menduga bahwa David Mayer yang dimaksud adalah David Mayer de Rothschild, seorang anggota keluarga Rothschild yang sering menjadi subjek teori konspirasi.
Namun Mayer de Rothschild membantah keterlibatannya dalam hal ini.
“Saya tidak pernah meminta nama saya dihapus dan tidak pernah berhubungan dengan ChatGPT. Sayangnya, semua ini didorong oleh teori konspirasi,” ungkapnya, melansir The Guardian.
Sementara itu, kesalahan tersebut juga dipastikan tidak ada hubungannya dengan mendiang Profesor David Mayer, seorang akademisi yang pernah dicurigai masuk daftar keamanan AS karena namanya sama dengan alias mantan militan Chechnya, Akhmed Chatayev.
Meski demikian, beberapa pihak menduga masalah ini mungkin terkait dengan aturan privasi di Uni Eropa dan Inggris, khususnya dalam konteks GDPR (General Data Protection Regulation). OpenAI memiliki kebijakan privasi di Eropa yang memungkinkan individu untuk meminta penghapusan data pribadinya dari produk mereka, dikenal sebagai “hak untuk dilupakan”.
Namun, OpenAI menolak memberikan komentar apakah masalah “David Mayer” ini berkaitan dengan prosedur tersebut.
Helena Brown, seorang mitra sekaligus spesialis perlindungan data di firma hukum Addleshaw Goddard, menjelaskan bahwa permintaan “hak untuk dilupakan” dapat diajukan terhadap siapa pun yang memproses data pribadi seseorang, termasuk alat kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT.
“Menariknya, dalam kasus David Mayer, terlihat bahwa nama lengkap bisa sepenuhnya dihapus dari alat AI ini,” ujarnya.
Namun, Brown juga menekankan bahwa menghapus semua informasi yang mampu mengidentifikasi seseorang sepenuhnya bisa menjadi tantangan besar bagi alat AI.
“Volume data yang sangat besar serta kompleksitas alat GenAI menciptakan masalah kepatuhan privasi. Menghapus semua informasi terkait individu tidak sesederhana hanya menghapus nama mereka,” jelasnya.
Ia juga mencatat bahwa banyak data pribadi yang digunakan untuk melatih model AI berasal dari sumber publik seperti internet. Hal ini membuat pelacakan dan penghapusan data pribadi secara menyeluruh menjadi tugas yang hampir mustahil dilakukan.
Saat ini, OpenAI telah memperbaiki kesalahan terkait nama David Mayer. ChatGPT kini dapat merespons permintaan dengan menyebut nama tersebut. Namun, beberapa nama lain yang muncul di media sosial selama akhir pekan masih memicu respons seperti “terjadi kesalahan” ketika diketikkan ke dalam chatbot.
(wnu/dmi)
[Gambas:Video CNN]