TRIBUNNEWS.COM – Pemberontak Suriah baru-baru ini melancarkan serangan kilat terhadap pasukan pemerintah di wilayah barat laut negara itu.
Serangan ini memicu kembali perang saudara Suriah yang telah berlangsung selama belasan tahun.
Kelompok pemberontak yang bertempur dalam perang Suriah selama 13 tahun adalah kelompok pejuang yang sangat kompleks.
Mereka berfokus pada pertempuran melawan berbagai musuh, yang terkadang didukung oleh kekuatan asing.
Dalam seminggu terakhir, kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menampakkan diri sebagai penantang tangguh bagi Presiden Bashar al-Assad, penguasa Suriah selama hampir seperempat abad.
Mengutip The Washington Post, berikut ini adalah hal-hal yang perlu diketahui tentang para pemain kunci yang terlibat dalam pertempuran tersebut.
1. Hayat Tahrir al-Sham (HTS)
Pemimpin HTS Abu Mohammed al-Jawlani terlihat di garis depan pertempuran dalam sebuah video (via BBC)
Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merupakan kelompok yang memimpin serangan terbaru terhadap pasukan pemerintah Suriah.
Selama lebih dari satu dekade, HTS dikenal sebagai penantang berat rezim Assad.
HTS merupakan penerus afiliasi al-Qaeda, Jabhat al-Nusra.
Tujuan kelompok tersebut adalah untuk menegakkan pemerintahan Islam di Suriah.
Dalam beberapa tahun terakhir, HTS menggunakan dominasinya di Suriah barat laut, tempat kelompok tersebut dikekang oleh pasukan pemerintah, untuk membangun kembali kekuatan pasukan oposisi yang tersisa, menjadi pasukan tempur.
HTS juga berupaya melembutkan citranya.
Setelah berafiliasi dengan al-Qaeda, kelompok ini kini menjauhkan diri dari akar ekstremisnya.
HTS lebih berfokus pada penyediaan layanan pemerintah bagi jutaan orang di provinsi Idlib melalui Pemerintahan Keselamatan Suriah yang masih baru, administrator de facto wilayah yang dikuasai HTS.
Dalam pernyataan terbaru, kelompok ini mengatakan akan melindungi situs budaya dan keagamaan di Aleppo, termasuk gereja.
Kelompok ini juga menguasai perbatasan Bab al-Hawa menuju Turki, koridor penting untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke wilayah yang dikuasai pemberontak.
Departemen Luar Negeri AS menetapkan HTS sebagai organisasi teroris asing.
2. Pasukan Pemerintah Suriah atau Loyalis Assad
(FILES) Gambar selebaran ini dirilis oleh halaman Facebook Kepresidenan Suriah pada 7 Desember 2020, menunjukkan Presiden Suriah Bashar al-Assad menyampaikan pidato pada pertemuan berkala yang diadakan oleh Kementerian Wakaf di Masjid Al-Othman, di Damaskus. (Handout / Halaman Facebook Kepresidenan)
Pasukan pemerintah yang setia kepada Assad pernah berhasil menggagalkan upaya untuk menggulingkan rezimnya sejak protes antipemerintah pertama kali meletus pada tahun 2011.
Ketika pasukan Assad menindak dengan keras, protes yang awalnya damai tersebut berubah menjadi pemberontakan besar-besaran, yang membentuk garis besar konflik saat ini.
Pada tahun 2020, pasukan pemerintah Suriah (yang didukung oleh Iran, Rusia, dan kelompok militan Lebanon, Hizbullah) berhasil menahan pemberontak oposisi di sudut barat laut Suriah.
Rusia secara efektif bertindak sebagai angkatan udara Assad sejak tahun 2015.
Dalam seminggu terakhir, pasukan pemerintah tiba-tiba tampak kehilangan kendali.
Pemberontak merebut kendali sebagian besar Aleppo, kota besar Suriah yang direbut kembali oleh pasukan Assad pada tahun 2016.
Militer rezim Suriah mengatakan bahwa mereka mengerahkan kembali pasukan dari wilayah yang dikuasainya di provinsi Aleppo dan Idlib, dibantu oleh pemboman dari angkatan udara gabungan Suriah-Rusia.
Pada hari Minggu (1/12/2024), menteri luar negeri Iran mengunjungi Damaskus untuk menunjukkan dukungannya terhadap rezim Assad.
Dalam sebuah wawancara hari Minggu di acara “Meet the Press” NBC, penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan menyatakan bahwa momentum serangan pemberontak terkait dengan melemahnya pendukung utama Assad, yakni Rusia, Iran, dan Hizbullah, dalam konflik di tempat lain di Timur Tengah.
3. Syrian National Army (SNA) atau Tentara Nasional Suriah
Syrian National Army (Al Sharq Strategic Research)
Tentara Nasional Suriah (SNA) adalah koalisi atau gabungan pasukan yang didukung Turki yang juga telah mengambil bagian dalam pertempuran terbaru, terutama melawan pejuang Kurdi di Suriah utara.
Sebagai informasi, Kurdi adalah kelompok etnis terbesar keempat di Timur Tengah, mengutip BBC.
Sekitar 25 hingga 35 juta suku Kurdi mendiami wilayah pegunungan yang membentang di perbatasan Turki, Irak, Suriah, Iran, dan Armenia.
Namun, Kurdi tidak pernah memperoleh negara bangsa yang permanen.
Di masa lalu, SNA membantu memerangi pemerintah Assad dan militan ISIS, serta HTS dan organisasi pendahulunya.
Berbasis di wilayah utara Suriah di sepanjang wilayah perbatasan dengan Turki, sebagian besar faksi SNA terdiri dari pejuang Arab Suriah, termasuk mereka yang tergabung dalam kelompok pemberontak pertama, Free Syrian Army atau Tentara Pembebasan Suriah.
Kantor berita pemerintah Turki, Anadolu, melaporkan bahwa SNA berpartisipasi dalam serangan pemberontak baru-baru ini, dengan mengklaim telah merebut bandara militer di Aleppo.
Pasukan proksi Turki ini juga telah bertempur melawan pejuang Kurdi Suriah yang bersekutu dengan AS.
Turki menganggap Kurdi Suriah sebagai teroris karena hubungan mereka dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) Turki, sebuah kelompok militan yang telah melancarkan serangan di dalam Turki atas nama nasionalisme Kurdi.
Di masa lalu, para ahli PBB menuduh pejuang SNA melakukan pelanggaran besar, termasuk eksekusi tanpa pengadilan, pemukulan, penculikan, dan penjarahan di wilayah yang berada di bawah kendali Turki.
4. Pasukan Kurdi
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) (Rudaw)
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) merupakan gabungan kelompok militan pimpinan Kurdi yang berpusat di Suriah timur laut, yang didukung oleh Amerika Serikat untuk memerangi ISIS.
Pada tahun 2019, Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, menarik pasukan AS dari Suriah utara.
Hal itu membuka jalan bagi Turki untuk melancarkan invasi.
Selain pertempuran SDF melawan ekstremis Islam, SDF juga terlibat dalam konflik paralel melawan Turki dan pejuang yang didukung Turki.
Turki menentang SDF karena hubungannya dengan PKK, dan telah lama memandang keberadaannya di dekat perbatasan Turki sebagai ancaman.
Kelompok pemberontak Kurdi tidak bersekutu dengan mereka yang memimpin serangan terbaru ini.
Dalam seminggu terakhir, SDF mengatakan mereka berjuang untuk menahan laju pejuang yang didukung Turki yang berpartisipasi dalam serangan yang dipimpin HTS.
Pada hari Senin, Jenderal SDF Mazloum Kobane Abdi mengumumkan evakuasi pejuang Kurdi dan warga sipil dari Aleppo.
Ia mengatakan pasukan Kurdi berkomunikasi dengan semua pihak di Suriah untuk mengamankan jalur yang aman dari kota tersebut ke wilayah Suriah yang dikuasai Kurdi di sebelah timur.
Para analis mengatakan waktu serangan ini bertepatan dengan melemahnya pendukung rezim Assad.
“Ini ada hubungannya dengan geopolitik dan peluang lokal,” kata Emile Hokayem, peneliti senior untuk keamanan Timur Tengah di Institut Internasional untuk Studi Strategis.
“Pemberontakan secara umum telah berkumpul kembali, dipersenjatai kembali, dan dilatih ulang untuk sesuatu seperti ini.”
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)