Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyebut korporasi atau perusahaan yang sengaja mengumpulkan hingga membocorkan data pribadi masyarakat bisa didenda maksimal Rp60 miliar.
Hal itu diungkap Johnny mengutip aturan Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lewat rapat paripurna, Selasa (20/9).
Hal itu merujuk pada pasal 67 dan 68 tentang pengumpulan, pengungkapan, penggunaan, serta pemalsuan data pribadi tanpa izin yang dilakukan individu. Denda maksimal bagi individu adalah Rp4 miliar hingga Rp6 miliar.
Menurut Menkominfo, korporasi akan dikenakan denda 10 kali lipat dari individu itu. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 70 ayat 1 UU PDP. Bahwa, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan atau korporasi.
“Dalam pasal 70 UU PDP terdapat pengenaan pidana denda 10 kali lipat dari pidana asli, beserta penjatuhan pidana tertentu lainnya, jika tindak pidana dilakukan oleh korporasi,” ujar Plate, ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (21/9).
Siapa itu korporasi? Pasal 1 ayat (8) menjelaskan bahwa “Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.”
Rincian denda bagi korporasi, lanjut Plate, antara lain:
1. Memalsukan data pribadi dipidana 6 tahun atau denda sebesar Rp60 miliar.
2. Menjual atau membeli data pribadi dipidana 5 tahun atau denda sebesar Rp50 miliar.
3. Pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan atau harta kekayaan pembukuan seluruh atau sebagian usaha korporasi sampai dengan pembubaran korporasi.
“Pidana denda maksimal Rp4 sampai 6 miliar, dan pidana penjara maksimal 4 sampai 6 tahun,” kata Plate.
Apabila terjadi jual beli data pribadi yang dilakukan oleh korporasi bisa berujung pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan atau pembekuan harta kekayaan seluruh atau sebagian usaha korporasi, sampai dengan pembubaran korporasi.
Sebelumnya, deret kebocoran data pribadi yang diduga berasal dari sejumlah perusahaan swasta maupun BUMN setidaknya dalam dua bulan terakhir. Di antaranya, IndiHome, Jasa Marga, PLN, Tokopedia, dan operator-operator seluler, hingga Kominfo sendiri.
Namun, hanya Jasa Marga yang tak membantah kebocoran data itu.
Selain itu, ada masalah penjualan data pribadi tanpa izin ke perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal, perusahaan penyalur kredit tanpa agunan (KTA), hingga judi online. Indikasinya, mereka bisa menyalurkan iklan via SMS secara masif.
(can/arh)
[Gambas:Video CNN]