Jakarta, CNBC Indonesia – The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai ambisi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai 8% sulit untuk dicapai jika hanya mengandalkan mesin konsumsi rumah tangga semata.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance Esther Sri Astuti dalam Sarahsehan 100 Ekonom dengan tema ‘Estafet Kepemimpinan Baru Menuju Akselerasi Ekonomi’, Selasa (3/12/2024).
“Prabowo menetapkan target pertumbuhan ekonomi 8%, agar target pertumbuhan itu tidak hanya target, tidak hanya omongan, maka diperlukan orkestrasi pemerintahan yang smart untuk menyelesaikan segera berbagai tantangan dan pekerjaan rumah yang ada,” ujar Esther.
Saat ini, jika melihat struktur pertumbuhan ekonomi, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi 51%. Indef, kata Eshter, menilai untuk mencapai target 8%, tidak mungkin hanya mengandalkan konsumsi semata.
“Tetapi harus mengaktifkan mesin ekonomi dari investasi, ekspor dan pengeluaran pemerintah,” tegasnya.
Namun, saat ini, masalah yang harus diatasi pemerintah terlebih dahulu adalah daya beli masyarakat yang melemah. Pelemahan daya beli ini dinilai berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Oleh karena itu, daya beli masyarakat yang lemah ini juga harus menjadi pertimbangan pemerintah, tidak hanya dengan mencapai target pertumbuhan ekonomi, tapi daya beli melemah,” ujar Esther.
Sebagai catatan, pelemahan daya beli terlihat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang di bawah 5% pada kuartal III-2024. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami penurunan yakni menjadi 121,1 pada Oktober 2024 atau terendah sejak Desember 2022 (hampir dua tahun terakhir).
Daya beli yang paling tertekan adalah kelas menengah ke bawah. Bagi kelompok menengah ke atas kondisinya sangat berbeda, sebab pertumbuhannya masih sangat tinggi.
(haa/haa)