Tak Diberi Peringatan Sebelum Dipindah ke Rusun, Warga Kolong Tol: Ini Terlalu Mendadak
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Warga kolong Tol Jembatan Tiga Pluit, Jakarta Utara, mengaku kaget ketika diminta untuk segera pindah dari kolong tol.
Kamsari (49) menjelaskan, tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya kepada mereka.
“Ini terlalu mendadak, nih. Mendadak, biasanya kan dikasih surat dulu, diberi surat peringatan satu kali, dua kali, tiga kali,” kata Kamsari saat ditemui di kolong tol Jembatan Tiga, Senin (2/12/2024).
“Yang pertama surat putih, yang kedua surat kuning, yang ketiganya surat merah, nah ini enggak ada sama sekali,” pungkasnya.
Kamsari mengaku kaget dan bingung untuk mencari tempat tinggal. Terlebih, dia bukan yang mendapatkan prioritas untuk memperoleh rusun.
Hal ini karena Kamsari tidak memiliki KTP DKI Jakarta, melainkan Tangerang. Kamsari mengaku ingin pulang ke Tangerang tetapi tidak memiliki biaya.
“Kalau mau pulang ke kampung enggak dapat kebijaksanaan sama sekali. Enggak tahu
gimana
ini buat ongkos. Enggak usah gede-gede, buat ongkos aja,” kata Kamsari saat ditemui, Senin (2/11/2024).
Kamsari sendiri sudah tinggal di bawah kolong tol sejak 10 tahun lalu bersama istri dan kedua anaknya. Kamsari bekerja sebagai kuli, sedangkan istrinya berdagang nasi.
Warga lain, Rosita (40) juga mengaku kaget harus pindah ke Rusun.
Rosita bekerja sebagai pemulung yang mencari botol dan barang bekas sekitar tempat tinggalnya.
“Kaget lah, ini dadakan. Saya bingung, karena saya bekerjanya di sini,” kata Rosita.
Berbeda dengan Kamsari, Rosita sudah mendapatkan rusun untuk ia tempati usai direlokasi dari kolong Tol Jembatan Tiga.
“Ini rencananya tiga hari pembersihan, Rabu informasinya sudah harus dikosongkan. Alhamdulillah saya dipindahkan di Rusunawa Tongkol, saya dapat di Tongkol,” ucapnya.
Rosita sendiri mengaku belum mengatahui kapan proses pemindahan, karena hingga kini data yang dia serahkan masih dalam proses.
Selain itu, Rosita mengaku cemas ketika tidak bisa membayar iuran Rusunawa sebesar Rp. 550.000.
“Ini kan enam bulan gratis dulu, katanya dengar-dengar satu kamar Rp 550.000, belum termasuk listrik dan air. Ya selanjutnya dipikir ke depannya, kalau enggak mampu bayar ya tinggal pulang ke kampung,” ungkapnya.
Sementara itu warga lain, Asep (45) yang berprofesi sebagai tukang ojek, mengaku senang ketika mendapatkan tempat yang lebih layak di rusunawa.
Namun, dia kecewa karena memperoleh rusunawa jauh dari tempatnya bekerja.
“Ini dapat tapi di Cilincing, makanya pada nolak orang-orang ada yang protes termasuk saya,” kata Asep.
Asep juga mengaku kaget, ketika secara tiba-tiba diminta KTP Jakarta yang ia miliki dan diminta untuk pindah ke rusunawa.
“Ini yang bikin kaget, enggak ada pemberitahuan dari Kelurahan, pemberitahuan mau di pindah. Tiba-tiba ditanya punya KTP DKI apa tidak? lalu dicatat dan dapat rusun. Yang lain kebingungan lah, apalagi KTP luar Jakarta,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.