Jakarta, CNN Indonesia —
Google, raksasa teknologi global, menghadapi tekanan besar dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DoJ). Pemerintah AS memaksa Google untuk menjual peramban unggulan mereka, Chrome, yang dianggap sebagai kunci dalam dominasi perusahaan terhadap pasar pencarian internet.
Usulan ini muncul setelah keputusan pengadilan pada Agustus lalu yang menyatakan Googl telah melanggar undang-undang antimonopoli dan mempertahankan monopoli ilegal dalam layanan pencarian. DoJ menilai penjualan Chrome adalah langkah penting untuk mengakhiri dominasi Google yang dianggap menghambat persaingan pasar.
Dalam dokumen pengadilan, mereka menjelaskan tujuan utama kebijakan ini yaitu membuka pasar bagi pesaing, memastikan Google tidak menikmati keuntungan dari pelanggaran hukum, dan mencegah monopoli di masa depan.
Jika Chrome dijual, dampaknya akan sangat besar. Tidak hanya akan melemahkan posisi Google dalam bisnis iklan digital, tetapi juga bisa mereduksi pengarungnya terhadap industri teknologi secara keseluruhan.
Langkah ini dinilai penting oleh DoJ untuk menciptakan pasar yang lebih kompetitif, di mana pemain lain memiliki peluang yang lebih besar untuk berkembang.
“Solusi untuk mengatasi monopoli ilegal Google harus dilakukan secara simultan dengan (1) membebaskan pasar-pasar ini dari perilaku eksklusif Google; (2) membuka pasar-pasar ini untuk persaingan; (3) mencegah Google memperoleh hasil dari pelanggaran hukumnya; dan (4) mencegah Google memonopoli pasar-pasar ini dan pasar-pasar terkait di masa mendatang.” ucap pihak DoJ, melansir The Guardian, Selasa (26/11).
Google jelas tidak tinggal diam. Dalam pernyataan resminya, Kent Walker, Chief Legal Officer Google, menyebut usulan DoJ sebagai “ekstrem” dan “tindakan pemerintah yang belum pernah terjadi sebelumnya”. Walker menyoroti potensi dampak negatif kebijakan ini terhadap inovasi teknologi AS.
Walker juga mengkritik beberapa aspek spesifik dari usulan ini, seperti kewajiban menampilkan dua layar pilihan sebelum pengguna dapat mengakses pencarian Google di Pixel. Melansir The Guardian, ia menyebut ide tersebut sebagai hal yang tidak masuk akal dan berlebihan.
Wakil Presiden urusan regulasi Google, Lee-Anne Mulholland, mengatakan bahwa sebenarnya dalam kasus ini DoJ terus mendorong agenda radikal yang melampaui isu hukum.
“Terus mendorong agenda radikal yang jauh melampaui masalah hukum dalam kasus ini,” ucap Mulholland, melansir The Verge, Selasa (19/11).
Bulan depan, Google berencana mengajukan banding atas keputusan ini dan menyodorkan proposal alternatif. Namun, dengan semakin kuatnya tekanan dari pemerintah, masa depan Chrome tampak tidak pasti.
Selain ancaman pada model bisnis Google, usulan ini juga dapat memengaruhi pengguna secara langsung. Misalnya Chromebook, laptop murah berbasis Chrome OS yang banyak digunakan di sekolah-sekolah, bisa kehilangan relevansinya jika Chrome dipisahkan dari Google.
Laptop ini dirancang untuk tugas berbasis web, menjadikannya populer di kalangan pelajar. Namun, tanpa dukungan penuh dari Google, daya tariknya mungkin menurun.
Dampaknya juga dirasakan pada kesepakatan Google dengan pihak lain, seperti kontrak senilai $20 miliar per tahun dengan Apple untuk menjadikan Google sebagai mesin pencarian default di Safari.
Jika kontrak ini dihentikan, pengguna mungkin harus memilih mesin pencarian sendiri, yang bisa membuka peluang bagi pesaing seperti DuckDuckGo atau Bing untuk menarik perhatian pengguna.
Ancaman global 10 tahun ke depan (Foto: Basith Subastian/CNNIndonesia)
Nasib Android di halaman berikutnya…
Di satu sisi, Google berpendapat bahwa langkah-langkah seperti ini justru akan merugikan posisi AS dalam inovasi teknologi global. Di sisi lain, DoJ berargumen bahwa monopoli Google membatasi persaingan, yang pada akhirnya juga menghambat inovasi.
Monopoli Google tidak hanya mencakup pencarian internet, tetapi juga meluas ke produk-produk lainnya yang dirancang untuk mempertahankan dominasi mereka di pasar.
Dengan memaksa Google menjual aset-aset penting seperti Chrome atau Android, DoJ berharap dapat memberikan ruang bagi pemain baru untuk berkembang dan mendorong terciptanya inovasi lebih lanjut.
Android juga dalam bahaya
Selain Chrome, DoJ juga mempertimbangkan langkah serupa terhadap sistem operasi Android. Ada dua opsi yang diajukan: memaksa Google menjual Android atau menempatkannya di bawah pengawasan pemerintah.
Android, yang merupakan sistem operasi paling populer di dunia, juga memainkan peran penting dalam mengumpulkan data pengguna untuk mendukung bisnis iklan Google.
Jika pemerintah mengambil alih pengelolaan Android, banyak yang penasaran seperti apa jadinya desain sistem operasi yang dikelola oleh badan pemerintahan. Bagaimana pemerintah akan menangani fitur-fitur teknologi yang kompleks dan dinamis seperti ini?
Namun penjualan Android mungkin menjadi pukulan yang lebih berat bagi Google dibandingkan Chrome, mengingat peran Android sebagai fondasi ekosistem perangkat seluler mereka.
Keputusan akhir tentang nasib Chrome dan Android masih berada di tangan pengadilan. Namun, satu hal yang pasti: langkah ini menandai perubahan besar dalam cara pemerintah AS menangani raksasa teknologi. Jika usulan DoJ berhasil, hal ini bisa menjadi preseden bagi tindakan serupa terhadap perusahaan teknologi besar lainnya, seperti Amazon, Apple, atau Meta.
Bagi Google, ini bukan hanya tentang mempertahankan Chrome atau Android. Ini adalah pertarungan untuk mempertahankan struktur bisnis yang selama ini menjadi inti dari kesuksesan mereka. Apapun hasil akhirnya, dampaknya akan dirasakan tidak hanya oleh Google, tetapi juga oleh industri teknologi dan pengguna di seluruh dunia.