TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Pencegahan dan pengentasan stunting di Kabupaten Kudus menuai hasil positif dari tahun ke tahun. Termasuk upaya menurunkan angka prevalensi stunting dalam dua tahun terakhir di Kabupaten Kudus membuahkan hasil cukup apik.
Pemerintah Kabupaten Kudus melalui Dinas Kesehatan setempat berhasil mengimplementasikan arahan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan menekan angka stunting dari sebelumnya di angka 4,05 persen menjadi 4,01 persen berdasarkan data elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM) 2024.
Artinya, angka stunting di Kota Kretek turun 0,04 persen pada tahun ini, bagian dari penyumbang kesuksesan Pemerintah Jawa Tengah dalam menurunkan angka stunting 2024.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, dr. Andini Aridewi menyampaikan, angka stunting di Kabupaten Kudus berhasil ditekan dengan menggencarkan berbagai program yang menyasar langsung pada sasaran masyarakat yang telah ditentukan.
Berdasarkan data yang diambil dari elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM) 2024, prevelensi stunting di Kabupaten Kudus turun dari 5,85 persen menjadi 4,05 persen pada 2023. Sementara pada 2024, stunting di Kudus kembali turun dari 4,05 persen menjadi 4,01 persen.
Sementara berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), juga mengalami penurun dari angka 19 persen pada 2022 menjadi 15,7 persen pada 2023. Pada 2024 ditarget bisa turun di angka 14 persen guna mendukung program provinsi dan pemerintah pusat dalam rangka menekan stunting.
Dr. Andini menyebut, capaian ini dinilai sudah cukup baik berdasarkan data yang akurat.
Didukung peran serta pemerintah daerah, mulai dari pemberian PMT Lokal dari anggaran bantuan keuangan (Bankeu) Provinsi Jateng menyasar 1.730 balita bermasalah gizi, 159 ibu hamil KEK, PDK 900 balita stunted.
Selain itu, juga mengoptimalkan program SI CANTIK meliputi kelas gizi, pendampingan, kampanye perubahan perilaku dan menambah jumlah Kedai Balita Si Cantik.
Beberapa upaya lain juga dilakukan, mulai dari pembuatan MPASI sesuai aturan pemberian makan bayi dan anak (PMBA), pengelolaan daycare agar pemberian menu dan pengasuhan sesuai standar. pemeriksaan kualitas air di desa lokus. Peningkatan manfaat atau revitalisasi posyandu dengan OPD dan lintas sektor, serta penguatan rujukan berjenjang bagi Balita bermasalah gizi.
“Penyebab terjadinya stunting karena banyak faktor. Meliputi, pola asuh, balita tidak datang ke posyandu untuk diukur dan ditimbang, faktor lingkungan, dan penyakit penyerta,” terangnya, Sabtu (30/11/2024).
Pemkab Kudus juga melakukan upaya intervensi spesifik dan intervensi sensitif dalam menangani angka stunting.
Upaya intervensi spesifik di antaranya, penyediaan PKMK, PDK dan PMT lokal, penyediaan PMT Ibu Hamil KEK, inovasi Rumah Gizi Teman Bintangku, pengadaan Buku Pemantauan Tumbuh Balita, Bayi dan Anak serta sosialisasi pemanfaatan dan pemantauan praktik MPASI.
Inovasi aksi cegah anak stunting dengan Intervensi kolaboratif (Si Cantik), jaminan kesehatan untuk seluruh balita bermasalah gizi, kolaborasi PKK, Disnaker, Dinas PMD dan CSR untuk membentuk Kedai Balita Si Cantik guna penyediaan MPASI sesuai standar gizi di setiap kecamatan.
Sementara intervensi sensitif berupa, revitalisasi Posyandu dan pemberdayaan kader melalui Dinas PMD, menjaring sasaran remaja putri di SLTP dan SLTA melalui Disdikpora dan Kemenag, pendampingan keluarga beresiko melalui Dinsos P3A P2KB, penyuluhan Calon Pengantin (Kolaborasi Pemkab dan Kemenag), peningkatan infrastruktur sanitasi oleh PUPR, perluasan jaringan air minum perpipaan oleh PUPR dan PDAM, serta mendorong keterlibatan CSR dalam penanganan stunting.
“Capaian ada dengan upaya maksimal. Harus selalu diupayakan agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal juga,” tuturnya.
Data yang diambil dari elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM) menjadi tolok ukur Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus menjalankan tugas, dalam rangka mengecek penyebab yang menjadi faktor utama terjadinya stunting dengan sasaran total mencapai 60.000-an target.
Dimulai dari upaya pencegahan sejak 1.000 hari pertama kehidupan dari hamil sampai anak usia 2 tahun.
Sedangkan pengentasan stunting dilakukan melalui program Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) dengan memaksimalkan tujuh rumah sakit.
Menyasar bayi atau anak dicurigai stunting berdasarkan pemeriksaan lanjut oleh dokter spesialis anak, berhak mendapatkan program khusus berupa susu khusus guna mendorong pengentasan stunting.
“Upaya maksimal sudah dilakukan, mengingat faktor stunting bermacam-macam. Ada pola asuh di mana ibu bekerja pagi sampai sore, belum bisa memastikan makanan yang dimakan sudah sesuai standar dan gizinya apakah sudah sesuai. Ini jadi PR bersama ke depan,” jelas dr. Andini.
“Kami juga bekerjasama dengan tujuh rumah sakit, kami droping PKMK. Ada yang berhasil lulus dalam waktu tiga bulan, ada juga yang prosesnya lama. Program PKMK ini kami juga menggandeng PT Djarum, didukung APBD Kabupaten, Bankeu, dan dana alokasi khusus (DAK). Termasuk program PMT lokal tingkat desa, dengan cara memakai bahan-bahan lokal, dimasak sesuai dengan kandungan gizi berdasarkan takaran protein dan vitamin yang diperlukan,” tambahnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah meraih penghargaan dari pemerintah pusat berupa insentif fiskal sebesar Rp 6,45 miliar lantaran dinilai berhasil menurunkan stunting.
Penghargaan diberikan oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Nasional, kepada Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana tahun 2024.
Setelah pada 2023 lalu, Jawa Tengah juga memperoleh penghargaan serupa dengan nilai Rp 5,97 miliar.
Penghargaan insentif yang diperoleh digunakan untuk menuntaskan penanganan stunting yang masih tersisa di Provinsi Jateng.
Pemprov Jateng menganggarkan Rp194,6 miliar untuk percepatan penanganan stunting. Anggaran itu diberikan dalam bentuk bantuan keuangan kepada kabupaten/kota, terutama menyasar wilayah dengan kasus stunting yang masih tinggi.
Nana Sudjana menyatakan, berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang dirilis pada Maret 2024, prevalensi stunting Jateng pada 2023 sebesar 20,7 persen, atau turun 0,1 persen dibandingkan 2022 yang tercatat 20,8 persen.
Salah satu upaya percepatan penurunan stunting di Jateng dengan cara berkolaborasi bersama banyak pihak. Baik sesama pemerintah, BUMN, BUMD, perguruan tinggi, swasta, hingga tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Dalam kerangka penurunan stunting, terdapat dua hal yang perlu dicermati yaitu intervensi gizi. Berupa Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.
Pengentasan stunting juga bertujuan dalam rangka mewujudkan SDM yang berkualitas menyongsong Indonesia Emas 2045. (Sam)