Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam upaya melindungi petani, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman dengan tegas langsung mencabut izin edar empat perusahaan pupuk yang terbukti memalsukan mutu produknya. Perusahaan yang dicabut izinnya meliputi CV Mitra Sejahtera di Semarang dengan Merek Sangkar Madu, CV Barokah Prima Tani di Gresik dengan merek Godhong Prima, PT Multi Alam Raya Sejahtera di Gresik dengan merek MARS, dan PT Putra Raya Abadi dengan merek Gading Mas.
Keputusan tegas ini diambil setelah hasil uji laboratorium menunjukkan mutu pupuk yang diproduksi jauh di bawah standar SNI dan tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Bahkan, ditemukan indikasi manipulasi dokumen uji kelayakan dari pihak penyedia.
“Petani adalah prioritas kami. Ketika ada pihak yang mencoba memanipulasi dan merugikan mereka, itu sama saja dengan mengkhianati masa depan pertanian Indonesia. Kami tidak akan ragu mengambil tindakan tegas,” kata Amran dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11/2024).
Sebagai kronologisnya, bermula dari informasi masyarakat, maka Mentan Amran minta dilakukan pengujian laboratorium oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian di dua laboratorium terakreditasi. Sampel pupuk diambil langsung dari gudang produksi di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dan Kota Semarang, Jawa Tengah. Hasilnya menunjukkan bahwa keempat merek pupuk yang disediakan oleh 4 penyedia pupuk dinyatakan tidak layak digunakan.
Selain mutu pupuk yang rendah, investigasi lebih lanjut mengungkap indikasi kecurangan. Pemalsuan dokumen uji mutu produk terbukti dilakukan oleh salah satu perusahaan, yaitu CV Barokah Prima Tani (merk Godhong Prima). Sementara itu, untuk perusahaan lainnya, hasil uji laboratorium menunjukkan produk pupuk yang mereka sediakan berada di bawah standar SNI yang telah ditetapkan.
“Ini bukan hanya soal kualitas pupuk yang buruk, tetapi juga soal kepercayaan. Manipulasi seperti ini sangat merugikan negara dan melemahkan rantai pengadaan pupuk nasional. Kita tidak akan memberi toleransi untuk tindakan semacam ini,” tegasnya.
Foto: Infografis/Prabowo bakal Guyur Subsidi Pupuk Rp 44 T, Cukup Buat Petani?/Aristya Rahadian
Prabowo bakal Guyur Subsidi Pupuk Rp 44 T,Cukup Buat Petani?
Keputusan untuk membatalkan kontrak pengadaan pupuk yang mencapai nilai total Rp18,7 miliar menjadi langkah tegas Menteri Pertanian untuk mencegah kerugian negara dan melindungi petani dari produk yang tidak sesuai standar. Secara rinci nilai kontrak yang dibatalkan dari masing – masing perusahaan tersebut adalah KPPN dengan kontrak senilai Rp6 miliar, PT ICS senilai Rp3,3 miliar, CV MS senilai Rp1,9 miliar, PT PRA senilai Rp7,5 miliar.
Langkah ini menjadi komitmen pemerintah memastikan hanya pupuk berkualitas yang tersedia bagi petani. Amran juga mengingatkan seluruh pihak untuk menjaga integritas dalam pengadaan barang dan jasa di sektor pertanian, sekaligus juga tidak menggunakan merk pupuk yang tidak sesuai standar.
“Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, Kami akan terus memperketat pengawasan dan menindak tegas pelanggaran seperti ini. Pertanian yang kuat dimulai dari perlindungan petani. Hanya dengan melindungi mereka, kita bisa mencapai swasembada pangan,” pungkas Menteri Amran.
Langkah ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi pihak-pihak yang mencoba bermain-main dengan kebutuhan vital sektor pertanian. Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, berkomitmen menjaga keadilan dan keberlanjutan dalam setiap rantai produksi.
“Saya meminta semua pihak untuk terus bersinergi, bersama – sama mewujudkan pertanian yang kuat, bersih, dan berkelanjutan, jangan ada yang bermain – main apalagi merugikan petani kita” pungkasnya.
Lebih lanjut, Amran menyampaikan pihaknya telah mengambil tindakan tegas terhadap empat perusahaan yang memproduksi pupuk NPK palsu tersebut dan 23 perusahaan lain yang memproduksi pupuk di bawah standar komposisi yang ditetapkan.
Amran menjelaskan, akibat dari tindakan perusahaan-perusahaan tersebut, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai sekitar Rp316 miliar, sementara kerugian yang dialami petani ditaksir mencapai Rp3,23 triliun.
(wur)