Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Informasi (KI) Pusat meminta pemerintah transparan dalam sosialisasi kebijakan terkait pajak, termasuk salah satunya soal kenaikan PPN 12%. KI Pusat menilai bisa muncul kecenderungan penyelewengan jika tidak ada transparansi yang mendasari kebijakan tersebut.
“Untuk pemerintahan yang tidak terbuka, kekuasaan itu cenderung untuk diselewengkan. Maka pemerintahan terbuka menjadi sangat penting,” kata Komisioner KI Pusat, Rospita Vici Paulyn saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (25/11/2024).
Rospita menerangkan, berdasarkan UU Keterbukaan Informasi, masyarakat punya hak untuk mengetahui kebijakan yang diambil pemerintah. Di lain sisi, pemerintah sebagai badan publik memiliki kewajiban untuk membuka informasi ke publik terkait kebijakan yang mereka lakukan, termasuk salah satunya soal pajak.
“Pajak masuk dalam klausa Undang-Undang Keterbukaan Informasi, mengumpulkan sumbangan dari masyarakat, sehingga harusnya apa yang dikumpulkan oleh pemerintah harus dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada publik penggunaannya untuk apa saja,” ucap Rospita.
Rospita menambahkan, Indonesia merupakan negara demokrasi. Untuk itu, setiap kebijakan termasuk kenaikan PPN 12% yang ada mesti dilakukan semata-mata untuk kepentingan rakyat.
“Dengan keterbukaan apalagi sekarang di mana sekarang eranya tsunami informasi, seharusnya informasi bisa didapatkan dengan mudah oleh masyarakat. Ini pasalnya untuk pemerintahan terbuka adalah transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas,” ungkap Rospita.
“Poin pentingnya adalah di kata partisipasi bahwa ketika pemerintah membuat kebijakan salah satunya soal kenaikan PPN 12% seharusnya melibatkan masyarakat. Apakah kemudian persoalan-persoalan masyarakat terhadap akan dibuatnya suatu kebijakan sudah diakomodir oleh pemerintah kita,” sambungnya.