TRIBUNJATIM.COM – Mahasiswi di Makassar mengaku telah dilecehkan dosennya.
Mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin, Makassar itu menyebut dirinya telah dilecehkan di beberapa bagian tubuhnya.
Peristiwa bejat itu dilakukan saat sang dosen melakukan bimbingan di ruang kerja dosen.
Ia mengaku telah ditahan pulang, dipegang tangannya, dipeluk hingga diajak untuk berbuat tak senonoh.
Adapun nasib dosen FIB Unhas yang diduga melecehkan mahasiswinya di ruang kerjanya kini akhirnya diskors selama dua semester.
Sebelumnya diketahui pelecehan tersebut terjadi di ruang kerja dosen Unhas tersebut pada 25 September 2024.
Korban yang merupakan angkatan 2021 ini mengaku saat itu diminta bertemu dengan terduga pelaku di ruang kerja.
“Selama ini saya bimbingan layaknya dosen dan mahasiswa, tapi pada hari itu setelah bimbingan, saya minta pulang, namun ditahan,” ungkap korban dilansir dari Tribun-Timur.com, Selasa (19/11/2024).
Korban mengaku, terduga pelaku menahannya saat perkuliahan sudah selesai.
“Jam 4 sore saya mulai bimbingan. Lalu, karena saya rasa sudah sore, saya ingin pulang,”
“Awalnya dia pegang tangan saya, tapi saya memberontak terus.
Dia kemudian memaksa untuk memeluk saya, tapi saya menolaknya.” ujarnya.
Pelaku bercerita, FS memaksanya untuk melakukan tindakan asusila di ruang kerjanya.
“Dia terus memaksa saya dan saya berteriak untuk meminta pulang,” lanjutnya lagi.
Korban dilepaskan, namun hal tersebut membuatnya trauma.
Ia pun melaporkan hal tersebut ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unhas.
Namun, ia merasa kecewa dengan penanganan kasus ini.
Bahkan korban merasa disudutkan dimana ada seorang dosen yang menyebutnya halusinasi.
“Pada pemanggilan kedua saya di Satgas, saya merasa disudutkan.
Bahkan ada dosen yang menyebut saya halusinasi,” ujarnya.
Hingga pada akhirnya, pihak satgas mendapatkan rekaman CCTV dan keterangan korban sejalan dengan rekaman tersebut.
Terkini Ketua Satgas PPKS Unhas, Farida Patittingi menuturkan pihaknya telah memberikan sanksi terhadap FS.
Mengutip Tribun-Timur.com, pihak Satgas PPKS telah memberhentikan FS sebagai Ketua Gugus Penjaminan Mutu dan Peningkatan Reputasi dan pembebasan sementara dari tugas pokok dan fungsinya sebagai dosen pada semester ini dan dua semester berikutnya (2026).
“Sanksi yang kami berikan cukup berat,”
“Pada saat pemeriksaan, yang bersangkutan langsung dinonaktifkan dari jabatan akademik dan diberhentikan sementara dari tugas tridharma selama satu setengah tahun, yakni semester ini ditambah dua semester mendatang,” ujar Farida.
Keputusan tersebut merupakan langkah nyata Unhas dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif dan bebas dari segala bentuk kekerasan seksual.
Selain memberikan sanksi kepada FS, pihak kampus juga memberikan pendampingan psikologi terhadap korban. (*)
Sementara itu, kasus pencabulan lainnya juga pernah terjadi di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Terdakwa kasus pencabulan santriwati di salah satu pondok pesantren Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, Masduki (72) menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Trenggalek, Senin (30/9/2024).
Dalam sidang tersebut majelis hakim Pengadilan Negeri Trenggalek menjatuhkan hukuman penjara selama 9 tahun.
Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Masduki dengan hukuman penjara selama 10 tahun dipotong masa tahanan dan juga pidana denda sebesar 100 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara 9 tahun dan denda sejumlah Rp 100 juta rupiah dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim, Dian Nur Pratiwi, Senin (30/9/2024).
Dalam sidang tersebut majelis hakim juga menetapkan masa penangkapan dan penahan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Selain itu barang bukti berupa rok panjang warna hitam, kaus, kerudung, almamater dimusnahkan.
Beberapa hal yang memberatkan hukuman terdakwa adalah perbuatan terdakwa merusak masa depan korban dan menimbulkan trauma fisik dan psikis pada korban.
“Hal yang meringankan adalah terdakwa menyesal, mengaku bersalah dan tidak akan mengulangi lagi,” ucap Dian.
Atas putusan tersebut baik terdakwa maupun JPU menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.