TRIBUNJATIM.COM- Musisi yang juga dokter spesialis bedah plastik rekonstruksi dan estetik, dokter Tompi kini sedang mencari sosok Rista Junianti.
Sebab, Rista Junianti memiliki suara yang bagus di tengah keterbatasan di bagian bibirnya.
Pencarian dr Tompi ini bermula saat Rista sedang menyanyikan lagu Mahalini berjudul Mati-matian.
Suara merdunya menuai pujian dari warganet.
Video Rista Junianti diunggah di Instagram @indomusikgram.
Kondisi Rista Junianti mendapat perhatian dari dr Tompi.
Dokter Tompi berniat untuk memberikan operasi gratis.
“Kl ada yg kenal, bs tlg kontak dia ya #sy mau bantuin op bibirnya FREE,” tulis Tompi lewat akun @dr_tompi.
Komentar Tompi tersebut langsung mendapat dukungan dari netizen.
Tak sedikit yang langsung memberitahu Rista ke Instagram pribadinya @ristajuniantisumahi.
@ma****: Kakak dpt komen dr dr tompi kak…..ayo cepet dm dr tompi kaka….
@hom*******: Kak , km d komen dr Tompi mau dikasih free oprasi
@res****: Kak..cepat dm dr tompi kak
@har*********: Kaaak mau di cariin @dr_tompi mau di operasi
Banyak juga netizen yang menandai akun dr Tompi di postingan Rista.
Sampai berita ini dirilis, belum diketahui respons Rista terkait tawaran Dokter Tompi.
Sosok Dokter Tompi
Tompi lahir pada 22 September 1978 (45 tahun) di Lhokseumawe, Aceh.
Teuku Adifitrian yang lebih dikenal dengan nama Tompi adalah seorang penyanyi, dokter, dan pembawa acara asal Indonesia.
Tompi menekuni hobi bernyanyinya dengan bergabung dengan sanggar tari.
Di sanggar itu, ia dilatih bernyanyi dan bermain alat musik, salah satunya gendang.
Karakter vokalnya yang khas dipengaruhi oleh nyanyian tradisional Aceh, hingga akhirnya ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya.
Ia pun tampil bernyanyi di berbagai acara di kampusnya dan sejumlah kafe.
Tompi pun terjun ke dunia tarik suara pada 2003 dengan merilis debut album bertajuk Cherooke.
Setelah itu, namanya pun melejit dan dikenal publik sebagai penyanyi jazz.
Saat ini, ia telah menelurkan sembilan album.
Beberapa lagunya yang menjadi hits berjudul “Tak Pernah Setengah Hati”, “Selalu Denganmu”, dan “Sedari Dulu”.
Selain berkarier sebagai penyanyi, Tompi juga berprofesi sebagai seorang dokter bedah plastik.
Ia merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Menurut pria asal Aceh ini, bernyanyi bukanlah sebuah alih profesi baginya, tetapi pekerjaan sampingan yang menyenangkan.
Tompi juga berhasil meraih beberapa penghargaan, salah satunya adalah di ajang AMI Award untuk Karya Produksi Kroncong/Kroncong Temporer/Stambul/Langgam Terbaik.
Pria yang juga menggeluti dunia fotografi ini lalu melebarkan sayapnya menjadi sutradara film dan debut lewat film komedi berjudul Pretty Boys yang tayang pada 19 September 2019 lalu.
Bicara kehidupan pribadi, Tompi menikah dengan Arti Indira pada tahun 2006 yang juga seorang dokter spesialis gizi klinik.
Tompi dan Arti Indira telah dikaruniai tiga orang anak.
Dokter Tompi pernah komentari soal senioritas di dunia dokter
Kasus meninggalnya dokter muda mahasiswi PPDS Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menjadi sorotan.
Tak terkecuali bagi dokter sekaligus penyanyi Teuku Adifitrian alias Tompi.
Ia buka suara soal senioritas di dunia kedokteran dan rumah sakit (RS) di Indonesia.
Menurut Tompi, senioritas di lingkungan tersebut bak sulit untuk dihilangkan.
Menurut Tompi yang merupakan dokter spesialis bedah plastik, situasi dan lingkungan di rumah sakit selama ini membuat banyak tenaga kesehatan muda mengeluh.
Namun, banyak tenaga kesehatan muda itu, baik dokter maupun perawat segan untuk mengoreksi tradisi yang ada.
“Seberapa banyak sih nakes junior yang brani menyampaikan kritik/ketidaksetujuan akan sesuatu yang berlangsung di RS-dunia praktek kedeokteran?” tulis Tompi di akun X-nya, dikutip Senin (19/8/2024).
Tompi menyebut, selama ini hanya sedikit tenaga kesehatan yang berani mengoreksi berbagai hal yang dirasa tak ideal.
Itu pun, lanjut Tompi, sungguh dengan hati-hati agar tak mengalami konsekuensi buruk.
“Kalo pun brani menegur bunyi nya akan penuh dengan ‘ijin meyampaikan… atau maaaf kl bs …’,” lanjut Tompi.
Tompi menjelaskan, rasa segan atau takut dari banyaknya tenaga kesehatan atas situasi yang tak mengenakkan itu lantaran ada tekanan dari senior atau petinggi di lingkungan RS atau tempat praktik dokter tersebut.
“Knp jadi takut? Krn bgitu ada yg brani bunyi dianggap keras kepala, dosanya diungkit2 dan jadi terkucilkan. Yang setuju angkat tangan,” kata Tompi.
Ada pun, pernyataan Tompi ini menanggapi peristiwa seorang mahasiswi yang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di program studi Universitas Diponegoro RSUP Dr Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, yang diduga bunuh diri akibat dirundung atau di-bully senior.
Sebelumnya, seorang mahasiswi PPDS Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah (Jateng) ditemukan tewas di kamar kosnya, pada Senin (12/8/2024) malam.
Peristiwa ini sendiri menjadi perhatian nasional. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) dokter senior yang terbukti melakukan praktik perundungan (bullying) yang berakibat pada kematian.
Kemenkes juga meminta Universitas Diponegoro dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memperbaiki sistem PPDS.
Diketahui sebelumnya, kasus kematian dokter muda dr Aulia Risma Lestari (30) menguak sejumlah fakta.
Kini beredar buku unthulektomi berisi pedoman dokter residen.
Dalam buku tersebut menyebutkan tugas junior ke senior, bahkan tertulis sistem hirarki.
Namun yang menjadi perhatian, aturan dalam buku tersebut terkesan seperti bullying.
Sebelumnya diberitakan, dr Aulia mengakhiri hidup di kosnya di Kota Semarang, Senin (12/8/2024), saat melakukan tugas belajar di RSUP Dr Kariadi.
Kematian dokter muda mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) program studi anestesi FK Undip ini menjadi sorotan dan perhatian.
Kini kematian dr Aulia pun viral di media sosial.
Banyak netizen mengungkap sejumlah foto terkait dugaan perundungan atau bullying yang menimpa mahasiswa PPDS.
Salah satu foto yang menyedot perhatian dan viral adalah buku yang diduga merupakan pedoman dokter residen.
Buku pedoman tersebut bersampul merah yang bertuliskan Unthulektomi.
Beberapa isi buku pedoman tersebut adalah adat dan kebiasaan juga hirarki dalam PPDS.
Misalnya mahasiswa semester 1 hanya boleh bertanya ke mahasiswa di atasnya.
”Hirarki bertanya,tanggung jawab,tugas: smtr 1 -> smtr 2 -> smtr 3,dst” tulis aturan dalam buku.
Selain itu dituliskan juga bahwa junior harus datang lebih dulu dari senior, juga untuk makan lebih belakangan.
Aturan lainnya yang tertulis dalam buku berjudul Unthulektomi tersebut adalah dilarang banyak bertanya dan yang penting manut.
Junior pun tertulis harus siap menerima tugas ekstra dari senior.
Selain itu juga dicantumkan perihal junior yang harus datang lebih dulu dari senior.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini sedang melakukan investigasi terkait bullying atau perundungan yang terjadi pada tingkat PPDS.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi sendiri membenarkan adanya tradisi perundungan dalam dunia pendidikan kedokteran.
“Bullying ini di Indonesia sudah sangat lama terjadi. Banyak masukan saya terima,” ujarnya.
Budi Gunadi pun menegaskan perilaku bullying tersebut harus diselesaikan,
“Ini fenomena yang besar, yuk kita putuskan, kita hentikan kebiasaan ini,” ujarnya.
Sosok Aulia Risma dokter PPDS Anestesi Undip yang ditemukan meninggal dunia di kosnya (Istimewa via Tribun Jateng)
Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, dr Aulia Risma Lestari diduga mengakhiri hidupnya karena merasa berat mengikuti pelajaran dan tak kuat menghadapi seniornya.
Ini pun diperkuat dari keterangan ibu korban maupun hasil temuan buku harian dr Aulia di kamar kosnya.
“Nah, dia sempat enggak kuat, begitu istilahnya, otaknya sudah ambyar urusan pelajarannya berat.”
“Urusan sama seniornya berat,” jelas Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono, kepada Tribun Jateng, Rabu (14/8/2024).
Menurut dia, dokter asal Tegal ini diduga menenangkan diri menggunakan obat anestesi.
Obat tersebut disuntikan sedikit ke lengannya.
“Dicek masih ada sisa campuran obat.”
“Informasi dokter, obat itu seharusnya lewat infus.”
“Tetapi ini disuntikan sedikit di lengannya agar bisa tidur,” ujarnya.
Pernyataan resmi itulah yang kemudian sejumlah pihak bereaksi termasuk Kementerian Kesehatan.
Selembar kertas elektronik dari Kementerian Kesehatan itu pun menjadi viral.
Dalam surat yang dikeluarkan Kemenkes bernomor TK.02.02/D/44137/2024 pada 14 Agustus 2024 dan ditandatangani Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, dr Azhar Jaya, berisikan tentang penghentian Program Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi Semarang.
Berikut isi surat resmi Dirjen Layanan Kesehatan Kemenkes yang dikirimkan ke Direktur Utama RSUP dr Kariadi Semarang.
Sehubungan dengan dugaan terjadinya perundungan di Program Studi Anestesi Universitas Diponegoro yang ada di RSUP dr Kariadi, yang menyebabkan terjadinya bunuh diri pada salah satu peserta didik Prodi Anestesi Universitas Diponegoro.
Maka disampaikan kepada Saudara untuk menghentikan sementara Program Studi Anestesi di RSUP dr Kariadi sampai dengan dilakukannya investigasi dan langkah- langkah yang dapat dipertanggungjawabkan oleh jajaran Direksi Rumah Sakit Kariadi dan FK Undip.
Penghentian program studi sementara tersebut terhitung mulai tanggal surat ini dikeluarkan.
dr Aulia dan surat Kemenkes (via Tribun Jateng)
Terpisah, Ketua Umum Ikasma Tegal, dr Tafakurrozak, mengecam kasus perundungan PPDS Undip dan RSUP dr Kariadi Semarang.
Bahkan pihaknya secara terang-terangan menyebut jika yang dialami dr Aulia bukan kasus yang pertama, sebelumnya juga pernah terjadi.
Bahkan korban sebelumnya juga merupakan alumni SMA Negeri 1 Tegal.
Atas kondisi inilah, Ikatan Alumni SMA Negeri 1 (Ikasma) Tegal mengecam perundungan yang diduga mengakibatkan dokter PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Undip Semarang mengakhiri hidupnya pada Senin (12/8/2024).
ARL diketahui merupakan warga Kota Tegal dan seorang dokter di RSUD Kardinah Kota Tegal.
Almarhumah juga merupakan alumni SMA Negeri 1 Tegal angkatan 2011.
dr Tafakurrozak prihatin terhadap kasus perundungan di dunia pendidikan kedokteran.
Pada April 2024, ada juga alumni SMA Negeri 1 Tegal yang mengalami perundungan saat sedang menjalani PPDS Gizi Klinis di Undip dan RSUP dr Kariadi Semarang.
Dia menilai, perundungan tersebut sudah tidak zamannya, justru seperti mewariskan sifat kerja rodi, feodal, atau kolonialisme.
“Ini zaman sudah berubah, pendidikan sudah harus mengutamakan sisi kemanusiaan.”
“Tidak dengan bullying atau perundungan yang dilakukan senior atau konsulen,” katanya kepada Tribun Jateng, Rabu (14/8/2024).
Tafakurrozak mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah Kemenkes RI yang memberhentikan sementara PPDS Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi Semarang.
Dia mendorong Kemenkes untuk menindaklanjutinya dengan investigasi.
Ikasma Tegal juga siap mendampingi keluarga korban untuk melaporkan ke pihak berwajib dengan mencarikan pengacara.
Pihaknya melalui jaringan alumni juga siap melaporkan kasus tersebut ke Kapolri RI.
“Kami mengharapkan keluarga untuk melaporkannya secara hukum, ini karena kehilangan nyawa. Laporkan kepada aparat berwenang dan Ikasma Tegal akan mendampingi dan mencarikan lawyer,” jelasnya.
Ketua Umum Ikasma Tegal, dr Tafakurrozak (TRIBUN JATENG/FAJAR BAHRUDDIN ACHMAD)
Kontak bantuan
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tidak ada orang yang membantu.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup.
Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada. Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling. Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com