FAJAR.CO.ID, POLMAN—- Langit politik di Polman seolah mendung, mengabarkan badai yang siap mengguncang kepastian. Jika Putusan PTUN yang membatalkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar menghentak, bak gempa kecil yang memicu gelombang besar. Prof Ikrar Nusa Bakti, seorang pengamat politik terkemuka, menyebut keputusan ini lebih dari sekadar soal administratif—ini soal legitimasi kepemimpinan.
Dalam satu tarikan napas, ia menegaskan bahwa dengan pembatalan AD/ART, seluruh keputusan kepengurusan baru di bawah Bahlil Lahadalia dinyatakan tak berlaku. Termasuk keputusan strategis yang menetapkan pasangan Aji Assul dan Nursami sebagai calon bupati dan wakil bupati Polman.
“Ada peluang keputusan itu batal, karena basis legalitasnya, yakni AD/ART partai, sudah tak diakui. Tanpa itu, apa yang dihasilkan oleh kepengurusan baru ini otomatis kehilangan landasan hukum,” ujar Prof Ikrar dengan nada tegas.
Pasangan Aji Assul-Nursami, yang semula menjadi wajah baru penuh harapan, kini berada di persimpangan. Dukungan yang sebelumnya kuat terasa goyah, seperti kapal yang kehilangan jangkar. Para pendukung mulai bertanya, apakah ini akhir dari perjuangan mereka? Atau sekadar jeda di tengah badai politik yang harus mereka terjang?
Di Polman, isu ini menjadi bahan perbincangan hangat. Warung kopi yang biasanya riuh dengan canda kini dipenuhi suara debat tentang hukum dan keadilan. Bagi sebagian orang, ini hanya permainan politik elite. Bagi yang lain, ini adalah tamparan keras bagi demokrasi lokal, mengingat Aji Assul telah menjadi simbol harapan baru bagi masyarakat setempat.