TRIBUNJATIM.COM – Inilah kisah sukses Hanik, yang jualan durian sejak tahun 1996.
Wanita berusia 46 tahun merupakan penjual durian dari Cepoko, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah.
Ia berjualan sejak 28 tahun yang lalu.
Omzet yang didapatkannya pun tak main-main.
Melansir dari Kompas.com, setiap panen Hanik memilih durian dengan cermat, memastikan durian yang dijualnya memenuhi harapan pelanggan, baik dari ketebalan daging, manis, hingga sentuhan rasa pahit yang dicari pencinta durian sejati.
Berbekal pengalamannya bertahun-tahun, Ia pun paham betul varian buah durian yang disukai oleh pembeli.
“Durian paling laris ya yang enak, tebal, manis, dan pahit. Kalau di pasar, durian campuran dari Jombang yang paling dicari, apalagi di luar musim panen,” ujar Hanik saat ditemui di tempat jualannya, Jumat (15/11/2024).
Saat ada acara atau event khusus, Hanik bisa membawa hingga 300 kilogram durian, kadang yang tersisa tinggal sekitar 100 kilogram di penghujung hari.
Di hari biasa, ia mampu menjual 200 durian setiap harinya, dengan omzet sekitar Rp 3 juta per hari.
Namun, Hanik mencatatkan pendapatan tertinggi hingga Rp 10 juta sehari saat musim ramai.
Dengan harga durian berkisar antara Rp 70.000 hingga Rp 200.000 per buah, Hanik tetap menjaga stabilitas harga sepanjang tahun.
Menariknya, meskipun ada peluang untuk memasarkan secara online, Hanik memilih tidak aktif di media sosial seperti Facebook karena ingin memberi ruang bagi reseller-nya.
“Dulu saya jualan online, tapi sekarang reseller saya banyak, ya nggak main lagi di sana. Kasihan mereka juga,” ungkap dia.
Hanik hanya membuka lapaknya mulai Senin hingga Jumat, sementara Sabtu dan Minggu, dia memilih untuk beristirahat karena biasanya pembeli lebih sepi.
“Kalau Sabtu dan Minggu digunakan untuk istirahat,” ucap Hanik.
Mayoritas, durian yang ia jual merupakan durian lokal asli Kota Semarang. Sisanya Hanik mengambil dari Jombang, Jawa Timur.
“Karena setiap daerah musimnya beda-beda,” lanjut dia.
Sementara itu beda dengan Hanik, pemuda bernama Rizal Akbar ini justru menggeluti bisnis budidaya ikan koi.
Pemuda berusia 33 tahun ini sukses melakukan budidaya ikan koi dari Jepang.
Rizal bersama pekerjanya terlihat sibuk di kolam miliknya yang berlokasi di Desa Ngadisanan, Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo.
Beberapa pekerja menjaring ikan koi yang masih berusia 3 bulan. Tujuannya dipisahkan, mana yang bisa dijual dengan potensi harga tinggi maupun yang hanya dijual ‘gopyokan’.
“Awalnya hobi, sekarang menghasilkan cuan. Setiap hari jutaan rupiah saya dapat. Rp 3-5 juta saya kantongi lah tiap hari,” ungkap Rizal sambil terkekeh, Minggu (3/11/2024).
Rizal lalu berkisah hobi nya tentang koi itu berawal dari covid-19. Saat itu semua dilakukan pembatasan. Dia sendiri kebingungan melakukan apa di rumah.
“Saya jenuh kala itu. Hingga membudidayakan koi. Belum berpikir mau bisnis awalnya. Ya cuma sekedar memelihara koi saja,” tambahnya.
Hingga 2022, Rizal memutuskan untuk berbisnis koi. Dia kemudian belajar ke Jepang bagaimana budidaya ikan koi.
Rizal mengimpor bibit koi langsung dari jepang dengan varietas unggulan seperti koi showa yang bercorak merah, hitam dan putih dan koi kohaku yang dominan merah dan putih serta shiro dengan corak hitam-putih.
“Hingga membuat kolam disini (Desa Ngadisinan). Total 20 kolam. Ada kolam pemijahan hingga kolam pembesaran,” tanbah bapak 3 orang anak ini.
Dia menjelaskan, bahwa banyak penghobi koi yang sekedar hobi. Hal itu dimanfaatkan olehnya. Jika koi mereka hamil, dan mereka tidak mau mengurusinya, dia membelinya.
“Kami pijah disini kami tebar. Jadi paradigma tentang budidaya koi itu mahal dan susah perawatan saya balik. Sebenarnya pembubidaya koi tidak ribet,” klaimnya.
Asal ada air, kebutuhan pakan juga lebih hemat dibanding ikan konsumsi.
Rizal lalu menyebutkan setelah pemijahan nanti menunggu 2 sampai 3 bulan.
Pada proses pemijahan mendapatkan 3000 ikan. Kemudian 2 sampai 3 bulan dipisahkan lagi, dari 3000 menjadi 1500 ikan koi.
Ditunggu kembali 2 sampai 3 bulan, nanti 1500 menjadi 500. Ditunggu lagi dari 500 sampai 200.
“Nah yang 200 ikan koi terakhir itu sudah besar. Jelek-jeleknya dapat Rp 500 ribu per ekor. Bisa dihitung sendiri. Belum yang siap kontes. Saya pernah jual Rp 150 juta per ekor,” tambahnya.
Menurutnya, yang disortir tidak kemudian dijual. Sortiran pertama itu juga bisa dijual. Per ikan diberi harga Rp 100
“Jadi ikan koi itu bisa murah banget, tetapi juga bisa mahal. Jadi kalau hasil akhir, sekali panen bisa mencapai ratusan juta, apalagi jika dari 200 ekor ikan berkualitas premium tersebut ada ikan berkualitas super maka harganya bisa mencapai ratusan juta,” tambahnya.
Impian besar rizal adalah menjadikan Ponorogo sebagai pusat koi berkualitas, yang tak hanya dikenal di indonesia, namun juga di dunia internasional.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com