TRIBUNJATENG.COM, SUMEDANG – Aparat kepolisian membongkar praktik prostitusi online via aplikasi MiChat di kawasan pendidikan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Polisi menangkap seorang muncikari inisial BCT (20) dan dua korban yang diduga dijajakan tersangka, yakni SBR (15 tahun) dan SN (27).
Ketiganya merupakan warga asal Kota Bandung.
Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Sumedang IPTU Awang Munggardijaya mengatakan, kasus prostitusi online atau yang lebih dikenal Open BO ini terungkap setelah polisi mendapati dugaan aktivitas perdagangan orang di Desa Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor.
Polisi amankan muncikari prostitusi online yang berstatus sebagai mahasiswa di Jatinangor, Sumedang, Jabar. DOK. Polres Sumedang/KOMPAS.com (KOMPAS.COM/AAM AMINULLAH)
Dalam operasi yang dilakukan pada 10 November 2024 pukul 22.40 WIB ini, polisi menemukan dua korban, yaitu SBR dan SN, yang diduga diperdagangkan oleh tersangka BCT.
“Modus tersangka ini memasarkan korban melalui aplikasi MiChat untuk aktivitas seksual berbayar.
Setiap transaksi, tersangka mendapat keuntungan sebesar Rp 50.000,” ujar Awang kepada Kompas.com di Polres Sumedang, Sabtu (16/11/2024) siang.
Awang menuturkan, salah satu transaksi yakni pesanan dari seorang pelanggan berinisial AGP dengan biaya Rp 600.000, yang ditransfer melalui akun digital ke rekening tersangka.
Awang menyebutkan, status tersangka BCT, laki-laki, mahasiswa, warga Kota Bandung yang tinggal di Jatinangor.
Untuk korbannya yang masih di bawah umur, SBR (15), dan SN (27), warga Kota Bandung.
“Status tersangka itu mahasiswa, sedangkan dua korbannya remaja di bawah umur dan seorang ibu rumah tangga.
Ketiganya sudah kami amankan,” tutur Awang.
Awang mengatakan, tersangka dan kedua korbannya melakukan aktivitas prostitusi online ini karena terdesak kebutuhan ekonomi.
Awang menyebutkan, saat penggerebekan, pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya satu unit ponsel Oppo A18 warna hitam, satu unit iPhone 13 warna putih, dan empat buah kondom.
Awang mengatakan, tersangka BCT dijerat dengan Pasal 2 juncto Pasal 14 UU Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO, Pasal 76F juncto Pasal 83 UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP.
“Kasus ini masih terus kami kembangkan, dan kami tidak akan menoleransi praktik perdagangan orang, terutama yang melibatkan anak-anak dan perempuan.
Kami mengajak masyarakat untuk melaporkan segala bentuk tindak pidana serupa,” kata Awang. (*)