Liputan6.com, Yogyakarta – Di tengah era digital yang serba canggih, sebuah warisan budaya bernama Papan Sangatan masih menyimpan kearifan dalam membaca musim. Mengutip dari postingan Instagram @humasjogja (10/11), alat perhitungan tradisional yang bentuknya menyerupai talenan kayu ini, menjadi bukti kejeniusan leluhur Jawa dalam menciptakan teknologi pertanian.
Papan Sangatan yang dimiliki Wasinem di Dusun Lungguh, Kalurahan Temuwuh, Kapanewon Dlingo, Bantul, memberikan gambaran nyata tentang kompleksitas perhitungan musim dalam budaya Jawa. Uniknya, papan kayu ini memiliki ukiran di kedua sisinya, masing-masing dengan fungsi berbeda dalam penentuan waktu bercocok tanam.
Pada permukaannya, terukir pola-pola berbentuk kotak yang tersusun rapi membentuk tabel, dilengkapi dengan simbol-simbol khusus yang hanya bisa dibaca oleh ahli penghitung wuku. Dalam sistem Pranata Mangsa yang terukir pada Papan Sangatan, tahun dibagi menjadi 12 mangsa yang masing-masing memiliki karakteristik unik.
Setiap mangsa ditandai dengan fenomena alam spesifik: mulai dari pola angin, kelembaban udara, hingga perilaku hewan dan tumbuhan. Misalnya, munculnya kupu-kupu kuning pada mangsa tertentu menjadi pertanda waktu yang tepat untuk memulai penanaman padi.
Keakuratan sistem ini telah teruji berabad-abad, bahkan menjadi salah satu kunci kejayaan pertanian Majapahit seperti tercatat dalam Kitab Arjunawiwaha. Para petani di masa itu mampu menghasilkan panen melimpah berkat kemampuan membaca tanda-tanda alam melalui pranata mangsa yang terukir di Papan Sangatan.
Papan Sangatan membuktikan bahwa teknologi tidaklah harus digital dan rumit. Di balik kesederhanaannya, alat ini menyimpan sistem perhitungan yang presisi dan ramah lingkungan. Di era perubahan iklim saat ini, kearifan lokal seperti Papan Sangatan bisa menjadi alternatif dalam mengembangkan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan dan selaras dengan alam.
Penulis: Ade Yofi Faidzun