Jakarta, Beritasatu.com – Baru-baru ini, sebuah video yang memperlihatkan gumpalan putih mirip awan “jatuh” ke permukaan tanah di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, menghebohkan jagat media sosial. Banyak yang bertanya-tanya, apakah benar awan bisa turun ke tanah? Namun, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan ilmiah yang menarik di balik fenomena ini.
Menurut BMKG, benda putih dalam video tersebut bukanlah awan alami. Fenomena tersebut kemungkinan besar adalah gumpalan uap air atau gas yang terbentuk akibat aktivitas manusia, khususnya di area pertambangan.
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani menjelaskan bahwa apa yang terlihat seperti “awan jatuh” sebenarnya adalah hasil dari proses kondensasi.
Fenomena ini diyakini terjadi karena pelepasan gas bertekanan tinggi dari aktivitas tambang. Dalam kondisi tertentu, seperti suhu yang rendah dan kelembapan tinggi, gas ini mengalami kondensasi dan membentuk gumpalan uap yang menyerupai awan. Gumpalan tersebut lebih padat dibandingkan awan biasa, sehingga bergerak ke area yang lebih rendah, memberikan kesan “jatuh.”
“Kondensasi ini adalah efek visual. Gas yang dilepaskan dari tambang dapat mendingin dan berubah menjadi uap padat yang terlihat seperti awan. Namun, ini sama sekali bukan awan alami,” ungkap Andri dikutip dari Antara, Sabtu (16/11/2024).
Secara ilmiah, awan terbentuk dari partikel kecil berupa tetesan air atau kristal es yang sangat ringan. Partikel ini melayang di atmosfer karena terbawa arus udara. Jika awan mencapai tanah, biasanya dalam bentuk hujan, bukan sebagai gumpalan padat.
“Awan alami tidak mungkin jatuh ke tanah karena densitasnya sangat rendah,” tambah Andri.
BMKG menegaskan bahwa fenomena ini tidak berbahaya. Gumpalan uap atau gas tersebut bersifat sementara dan tidak menunjukkan adanya gangguan alam yang serius. Meski demikian, masyarakat tetap diminta waspada terhadap potensi bahaya dari aktivitas tambang itu sendiri.