Jakarta, CNN Indonesia —
Mesir dan Mauritania menggunakan Resolusi 377A untuk melawan Amerika Serikat yang memveto resolusi soal Gaza di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada pekan lalu.
Resolusi yang diveto AS di DK PBB berisi seruan gencatan senjata di Gaza yang hingga kini masih digempur Israel.
Draf resolusi baru bisa diadopsi lalu diimplementasikan jika mendapat dukungan sembilan dari 15 anggota DK PBB dan tak ada veto dari anggota tetap.
Untuk melawan veto AS, Mesir menggunakan Resolusi 377A (V) mengingat Gaza kian krisis. Lalu apa isi resolusi itu?
Resolusi UNGA (United Nations General Assembly) 377A ini dikenal juga sebagai “Resolusi Bersatu untuk Perdamaian”.
Resolusi tersebut menyatakan jika DK PBB tak mampu melaksanakan tanggung jawab utama menjaga perdamaian global karena kurang suara, maka Majelis Umum PBB bisa mengambil tindakan.
Majelis Umum akan memiliki wewenang untuk menggelar pertemuan melalui Sekretaris Jenderal, demikian dikutip Al Jazeera.
Pertemuan ini bertujuan untuk membuat rekomendasi soal tindakan kolektif termasuk “penggunaan kekuatan bersenjata bila diperlukan.”
Negara anggota bisa membuat rekomendasi untuk tindakan kolektif, yang berarti bisa mengambil pilihan lebih ekstrem jika disepakati, termasuk tindakan militer.
Untuk bisa terwujud, setidaknya satu anggota DK PBB atau sekelompok anggota Majelis Umum harus mendukung diadakannya resolusi itu agar bisa berlaku.
Namun, semua resolusi dan rekomendasi Majelis Umum PBB tak mengikat secara hukum. Ini artinya usulan mereka bisa diabaikan tanpa konsekuensi apa pun.
Resolusi yang sangat jarang digunakan ini sebelumnya pernah dipakai beberapa kali untuk membantu menyelesaikan konflik.
Beberapa konflik itu di antaranya Krisis Kongo pada 1960, konflik India-Pakistan pada 1971, pendudukan Uni Soviet di Afghanistan pada 1980, hingga Perang Korea.
Elemen penting resolusi ini adalah Majelis Umum bisa, jika dianggap perlu, merekomendasikan penggunaan kekerasan.
Rapat Darurat Digelar Hari Ini
Usai DK PBB kembali gagal meloloskan resolusi, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menggelar rapat darurat terkait situasi di Jalur Gaza Palestina pada Selasa (12/12).
Dalam surat yang dibagikan oleh presiden Majelis Umum PBB Dennis Francis pada Senin (11/12), perwakilan Mesir dan Mauritania menyerukan pertemuan darurat khusus Majelis Umum PBB “dalam kapasitas masing-masing sebagai Ketua Kelompok Negara Arab dan Kelompok Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).”
Dalam suratnya, Mesir dan Mauritania menganggap resolusi UNGA 377A perlu digunakan agar Majelis Umum dapat bersidang dan membuat rekomendasi ketika DK PBB “gagal menjalankan tanggung jawab utamanya untuk bertindak sebagaimana diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
“Dengan tidak adanya gencatan senjata dan mengingat pelanggaran berat yang sedang berlangsung terhadap hukum internasional, termasuk hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia, dan pelanggaran terhadap resolusi PBB yang relevan… situasi di Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur, khususnya di Jalur Gaza, kondisinya terus memburuk secara dramatis,” bunyi surat bersama Majelis Umum PBB tersebut seperti dikutip CNN.
Francis mengatakan rapat darurat ini diperkirakan akan berlangsung sekitar pukul 15.00 waktu New York, Amerika Serikat.
(isa/dna)
[Gambas:Video CNN]