Jakarta, CNBC Indonesia – Penjualan rokok eceran di China selama 4 tahun terakhir dilaporkan terus melesat hingga menjadi 2,44 triliun batang di tahun 2023. Angka ini diprediksi terus naik hingga menyentuh 2,48 triliun batang pada tahun 2028 nanti.
Disebutkan, ada sekitar 300 juta orang perokok di China. Jumlah ini hampir sepertiga dari total perokok di dunia.
Hal ini terjadi di tengah kebijakan Beijing yang menekan prevalensi merokok. Tampaknya, hal itu tak berdampak signifikan terhadap penjualan produk tembakau di negara tersebut.
Demikian data Euromonitor yang dilansir CNBC International. Disebutkan, tren ini terjadi seiring dengan semakin populernya rokok “ramping”.
Menyusul tren pasar yang terus naik, industri tembakau China, yang dikuasai oleh perusahaan milik negara, China Tobacco, memperoleh pendapatan sekitar 1,5 triliun yuan (US$210 miliar) pada tahun fiskal 2023.
Pencapaian ini melonjak 4,3% dari tahun sebelumnya, dan enam kali lipat pendapatan bersih Philip Morris International, perusahaan tembakau terbesar kedua di dunia.
Kondisi ini berbalik dengan penurunan penjualan rokok secara global. Euromonitor mencatat, pada tahun 2019 dan 2023, penjualan rokok tahunan di seluruh dunia turun sekitar 2,7% menjadi 5,18 triliun batang.
China Tobacco sendiri berdiri 1982. Tugasnya bukan hanya sebagai perusahaan, namun pengatur pasar tembakau dalam negeri.
“Menggunakan pengaruhnya pada pemerintahan secara efektif memblokir penerapan kebijakan pengendalian tembakau,” jelas Quan, STMA China, dikutip dari CNBC International, Selasa (12/11/2024).
Selama bertahun-tahun, China Tobacco tumbuh menjadi raksasa di negara tersebut. Pada 2014, tercatat adalah lebih dari setengah juta karyawan, mengendalikan 33 biro pengawas tembakau provinsi, 57 perusahaan roko, dan lebih dari 1.000 bisnis komersial kecil.
Bahkan pendapatannya juga berdampak pada ekonomi China. Universitas Bath mencatat perusahaan menyumbang 12% pada pendapatan pajak China.
(dce)