Liputan6.com, Jambi – Seperti jamur pada musim hujan, sumur-sumur minyak ilegal itu menyebar di banyak titik di kawasan Hutan Harapan yang berada di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan. Hutan restorasi pertama di Indonesia ini porak-poranda dihantam aktivitas pengeboran minyak ilegal.
Dengan jarak hanya sepelemparan batu alat-alat rig menyebar di banyak tempat. Rig itu menjulang belasan meter dari permukaan bumi. Siang-malam di bawah pondok terpal lusuh, para pekerja molot–mengoperasikan penggerak motor untuk menarik minyak dari dalam perut bumi dengan kedalaman 130-150 meter.
“Satu drum minyak diupah Rp50.000. Siang malam kerjanya molot,” kata Ari (24) yang saat itu tengah molot ketika ditemui Liputan6.com, Senin (4/11/2024).
Ari sendiri merupakan satu diantara puluhan pekerja. Dia mengaku hanya bekerja untuk tauke atau pemodal. Sumur-sumur minyak ilegal terus bertambah di kawasan hutan restorasi. Setelah dicek, sumur minyak ilegal itu berada di wilayah administratif Desa Sako Suban, Musi Banyuasin, Sumsel.
Lokasi penjarahan minyak di kawasan hutan negara tersebut bisa diakses melalui Dusun Kunangan Jaya, Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi. Di lokasi penjarahan minyak itu suasananya bak pasar. Ketika malam, suasananya semakin ramai.
Saban hari ada saja pedagang datang yang menjual bahan makanan seperti sayur. Bahkan, tukang es cendol sampai ke pedalaman untuk menjajakan jualannya kepada petambang liar.
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, sumur minyak ilegal makin banyak. Diperkirakan lebih dari 100 sumur beroperasi setiap hari. Pohon-pohon besar ditumbangkan oleh petambang liar. Sumur-sumur itu merangsek di bibir sungai dan tebing.
Aktivitas penjarahan minyak ilegal makin masif di zona inti kawasan Hutan Harapan itu. Awalnya tambang liar tersebut beroperasi di konsesi hutan tanaman industri yang lokasinya bersebelahan dengan Hutan Harapan. Bahkan, aktivitas sebelumnya sudah berulang menyebabkan kebakaran parah.
Hasil minyak ilegal dari kawasan Hutan Harapan dibawa ke tempat penampungan sementara. Para pekerja melangsir minyak mentah menggunakan jeriken. Dalam satu kali angkut, mereka bisa membawa 10 jeriken.
Setelah dikumpulkan di tempat penampungan sementara, minyak kemudian dimuat ke dalam bak penampungan di dalam truk. Informasi di tempat penampungan sementara itu, perputaran aliran duit dari hasil minyak ilegal mencapai Rp50 juta per hari.
Minyak itu kemudian diangkut ke tempat industri liar penyulingan di wilayah Mandiangin, Sarolangun, untuk disuling menjadi minyak sejenis solar dan bensin. Jalur distribusi pengangkutan minyak ke penyulingan liar hanya memakan waktu 2 jam dengan melewati jalur belakang.
Berdasarkan kronologi yang dipaparkan PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) selaku pemegang izin restorasi Hutan Harapan di wilayah Jambi dan Sumsel, perambahan dan aktivitas ilegal drilling di kawasan Hutan Harapan semakin intensif sejak tahun 2021.
Awalnya, aktivitas ini terkonsentrasi di wilayah perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan. Namun, pada tahun 2023, luas area yang terdampak mencapai 380 hektare. Pelaku perambahan diduga kuat berasal dari warga Desa Sungai Bahar dan Sako Suban. Bahkan, pemodal memanfaatkan Orang Rimba untuk memuluskan kegiatan terlarang yang mereka lakukan.
Manajer Perlindungan Hutan Harapan T.P Damanik mengatakan, aktivitas penjarahan sumur minyak ilegal itu merambah di kawasan inti hutan restorasi. Hutan inti ini semestinya terlarang untuk aktivitas pembukaan apa pun.
Pihak Hutan Harapan mengaku telah melakukan upaya persuasif untuk mengusir petambang dari lokasi. Alih-alih pergi, para petambang malah semakin banyak. “Kami sudah berkolaborasi dengan aparat penegak hukum. Harapannya ada upaya tegas supaya aktivitas ilegal di hutan negara ini bisa dihentikan,” kata TP Damanik.