Jakarta, CNN Indonesia —
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengaku tak mengetahui soal penggunaan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk ribuan registrasi SIM Card.
Yang jelas, komunitas operator seluler ini mengklaim tak ada akses ilegal terhadap data kependudukan via pihak mereka.
Hal itu dikatakan terkait kasus kebocoran data registrasi SIM card di forum gelap breached.to, belum lama ini.
“Aturan Permen (peraturan menteri)-nya kan jelas, satu NIK [untuk] tiga SIM card. Saya enggak tahu, karena Permen-nya jelas satu NIK tiga nomor,” ucap Sekretaris Jenderal ATSI Marwan O Baasir, di Jakarta, Kamis (8/9).
Diketahui, menurut Surat Edaran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nomor 01/2018 dan Surat Ketetapan BRTI No. 3/2008, pengguna hanya bisa melakukan registrasi NIK untuk tiga nomor kartu SIM pada satu operator.
Namun, peneliti keamanan siber dari Vaksin.com Alfons Tanujaya menemukan ribuan SIM card didaftarkan dengan segelintir NIK. Itu diketahui lewat riset terhadap satu juta sampel yang dibagikan pembocor 1,3 miliar data registrasi SIM card, Bjorka.
“Ternyata diam-diam satu nomor NIK bisa digunakan untuk mendaftarkan lebih dari satu kartu SIM,” ujar Alfons dalam keterangan tertulis, Selasa (6/9).
“Baik operator yang dimiliki oleh swasta maupun operator plat merah semuanya melanggar ketentuan ini,” lanjut dia.
Rinciannya, operator dengan awalan nomor 62831 meloloskan registrasi 91 kartu SIM untuk 1 NIK; operator 62816 meloloskan registrasi 1.287 kartu SIM memakai satu nomor NIK; dan operator 62821 meloloskan registrasi 1.368 kartu SIM untuk NIK dengan nomor 3215236***.
Marwan, yang juga merupakan Chief Corporate Affairs XL Axiata itu, melanjutkan “Kebocoran itu bukan dari operator”.
Terlebih katanya, berdasarkan hasil asesmen, ada perbedaan format data. “Itu sudah diacak, beda datanya. Tanyakan ke Kominfo dan BSSN,” lanjut dia.
Pihaknya pun terus melaporkan secara rutin data registrasi SIM card itu ke Kominfo tiap tiga bulan sekali. “[Lapor] Offline, enggak ada online itu. Sebagai laporan ini registrasi sekian banyak,” imbuh Marwan.
Dalam keterangan resminya, ATSI kembali menegaskan bahwa kebocoran data itu bukan dari operator.
“ATSI beserta seluruh anggotanya telah melakukan investigasi dan penelusuran terkait kebocoran data registrasi pelanggan jasa telekomunikasi,” menurut ATSI dalam keterangan resminya, Kamis (8/9).
“Hasil dari investigasi tersebut adalah tidak diketemukan adanya ilegal akses di masing-masing jaringan operator. Hasil investigasi ini juga telah dilaporkan kepada Kementerian Kominfo hari ini,” lanjut pernyataan itu.
ATSI juga mengklaim seluruh penyelenggara telekomunikasi sudah menerapkan sistem pengamanan Informasi mengacu standar ISO 27001 sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 168 ayat (5) Peraturan Menteri Kominfo No. 5/2021 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
“Seluruh operator telekomunikasi selalu patuh pada aturan dan ketentuan perundangundangan yang berlaku terkait dengan keamanan dan kerahasiaan data,” klaim Asosiasi.
Kominfo diketahui mewajibkan semua pengguna kartu SIM prabayar untuk mendaftarkan nomor teleponnya sejak Oktober 2017. Syaratnya, memberikan NIK dan nomor KK.
Pendaftaran SIM card itu mestinya bisa memangkas, salah satunya, SMS spam yang kerap menawarkan produk tak jelas hingga penipuan. Lima tahun sejak program itu dirilis, SMS jenis ini masih beredar luas.
(can/lth)
[Gambas:Video CNN]