Jakarta, CNN Indonesia —
Nasib sebagian besar pasien kanker di Palestina semakin berada di ambang akhir gegara agresi Israel ke Jalur Gaza 7 Oktober lalu.
Selama agresinya berlangsung, Israel mengepung Jalur Gaza dan menggempur wilayah itu tanpa ampun, termasuk membombardir kamp pengungsi, sekolah, hingga rumah sakit.
Hal ini menyebabkan sebagian besar rumah sakit di Jalur Gaza lumpuh dan tidak bisa membuka layanan medis secara menyeluruh, termasuk perawatan untuk pasien kanker.
Salah satu pasien kanker di Gaza yang terdampak agresi Israel, Ahmed Al Yaqoubi (28) menceritakan kesulitannya mendapat perawatan sejak agresi Israel berlangsung. Al Yaqoubi didiagnosa kanker darah pada Februari 2021 lalu.
Sebelum agresi Israel ke Gaza berlangsung, Al Yaqoubi mengaku sudah kesulitan mendapat perawatan lantaran kanker yang dideritanya sangat langka dan tidak semua rumah sakit di Gaza memiliki pengobatan yang diperlukannya.
“Setelah menjalani biopsi dan menjalani tes komprehensif, jelas bahwa jenis leukemia yang saya derita adalah MDS [sindrom myelodysplastic], bentuk leukemia langka yang memerlukan transplantasi sumsum,” kata Yaqoubi kepada Middle East Eye.
Sejak saat itu, Yaqoubi berpindah-pindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain.
Ia sempat dirawat di Rumah Sakit Al Rantisi di Gaza. Karena kondisi dia kian parah, Yaqoubi dibawa ke RS di An Najah, Nablus, Tepi Barat.
Namun, agresi Israel ke Gaza membuat Yaqoubi tak lagi bisa mendapat perawatan. Kondisi semacam itu bisa berdampak ke peluang hidup dia.
“Ini menjadi bencana besar sejak agresi Israel di Gaza dimulai. Obat yang saya minum untuk menghilangkan rasa sakit dan mencegah sistem kekebalan menyerang seluruh tubuh saya telah berhenti,” kata Yaqoubi.
Yaqoubi bercerita karena terus memburuk dia perlu diperiksa di rumah sakit di Tepi Barat satu atau dua kali dalam sebulan.
“Sistem saraf saya mulai memburuk sepenuhnya, menyebabkan rasa sakit yang parah pada saraf di mata dan di seluruh tubuh saya,” ungkap dia.
Tanpa obat penghilang rasa sakit, Yaqoubi sulit tidur barang cuma satu jam di malam hari.
Sejak agresi, setidaknya 26 rumah sakit di Gaza tak bisa beroperasi karena berbagai macam. Beberapa di antaranya rusak karena serangan Israel atau kehabisan bahan bakar minyak (BBM).
Agresi Israel juga memperburuk peluang warga Gaza mendapatkan pengobatan, bahkan di kondisi kritis.
Pihak berwenang Israel menyadari kondisi Yaqoubi. Namun, di tengah agresi, sulit mendapat perawatan yang intensif dan harus melewati pemeriksaan yang rumit.
Yaqoubi bercerita sempat akan dibawa ke Tel Aviv untuk perawatan lebih lanjut. Namun, dia tertahan lebih dari empat jam di pos pemeriksaan Qalandiya, dekat Ramallah.
“Saya saat itu betul-betul lelah dan haus, dan muncul masalah soal izin transit saya dari Nablus ke Tel Aviv,” ujar dia.
Yaqoubi kemudian berkata, “Penantian yang sangat melelahkan, dan saya hampir tidak bisa bernapas.”
Dia sempat terpapar Covid-19 pada 2021. Usai puluh, Yaqoubi perlu menjalani transplantasi sum-sum.
(isa/rds)
[Gambas:Video CNN]