Di Mana Satuan Tugas Judi “Online” Era Jokowi?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kasus belasan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melindungi ribuan situs judi
online
(judol) sedikit demi sedikit mulai terungkap meski identitas para tersangka belum diketahui.
Dalam perkembangan kasus berstatus penyidikan ini, polisi telah menyita uang tunai senilai Rp 73 miliar lebih dari ke-15 tersangka.
Uang itu diduga merupakan hasil kejahatan karena melindungi situs judol agar tidak terblokir.
Bukan hanya uang, 4 unit bangunan, 16 unit mobil, 1 unit sepeda motor, 11 jam tangan mewah, 215,5 logam mulia, dan lain-lain turut disita mengingat polisi juga akan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Seiring kepolisian mengumumkan perkembangan kasus, Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso mulai bertanya-tanya di mana peran Satuan Tugas (Satgas) Judi Online era Presiden ke-7 Joko Widodo.
Dia juga menyoroti pernyataan Budi Arie yang saat itu menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) sekaligus Ketua Harian Pencegahan
Satgas Judi Online
.
“Budie Are pernah melansir tentang empat nama bandar judi online yang tidak dipublikasikan. Padahal, sebagai pejabat publik, dia harus menyampaikan itu kepada penegak hukum,” kata Sugeng saat dihubungi
Kompas.com,
Kamis (7/11/2024).
“Dalam kaitannya pemberantasan judi
online,
ada Keppres 21 Tahun 2024 tentang Satgas Judi Online yang tidak terdengar kinerjanya dan pertanggungjawaban kinerjanya,” tambah dia.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Satgas Judi Online terkait proses pengungkapan kasus yang melibatkan
pegawai Kementerian Komdigi
.
Berdasarkan pemberitaan, Jokowi membentuk Satgas Judi Online yang sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Satgas Pemberantasan Perjudian Daring (Judi Online) pada 4 Juni 2024.
Satgas ini dibentuk untuk mendukung percepatan pemberantasan perjudian online secara terpadu yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Kepala Negara.
Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ditunjuk sebagai Ketua Satgas Judi Online.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Komdigi yang terbit pada Kamis (10/10/2024), pihaknya telah melakukan pemutusan akses judi online sebanyak 3.796.902 atau hampir 3,8 juta konten bermuatan judi online sejak periode 17 Juli 2023 hingga 9 Oktober 2024.
Lembaga negara itu juga mengeklaim telah memblokir 31.751 sisipan halaman judi pada situs lembaga pendidikan dan lebih dari 31.812 sisipan halaman judi pada lembaga pemerintahan.
Bukan hanya itu, Kementerian Komdigi disebut memberantas pengajuan 573 akun e-wallet terkait judol ke bank indonesia dan permohonan pemblokiran lebih dari 7.599 rekening bank terkait judol ke otoritas jasa keuangan (OJK).
Pengungkapan kasus ini merupakan salah satu Asta Cita dari Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan jajarannya untuk memberantas judi online (judol).
Dengan perintah Prabowo itu, Polri bergerak cepat menindaklanjuti apa yang menjadi atensi Kepala Negara.
“Ini Presiden Prabowo tidak membuat satu Keppres. Tapi, perintah lisan, sudah dijalankan oleh kepolisian, marak semuanya, polisi sudah bekerja,” ucap Sugeng.
“Artinya pengungkapan judi online adalah
political will
dari pemerintah, dalam hal ini presiden,
political will
presiden,” tegas Sugeng melanjutkan.
Lagi-lagi, Sugeng mempertanyakan keberadaan Satgas Judi Online.
Apakah sejauh ini berjalan optimal dan sesuai dengan koridornya?
“Pertanyaannya, waktu masa Presiden Jokowi, ada Keppres tertulis, tapi kinerjanya tidak dipublikasikan. Bagaimana? Nah, ini menjadi pertanyaan” imbuh Sugeng.
Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam menegaskan, pihaknya mendukung penuh proses penyidikan atas kasus belasan pegawai Kementerian Komdigi melindungi ribuan situs judol.
“Ini tidak hanya soal kejahatan, tidak hanya soal pelanggaran hukum, tapi ini juga merusak banyak hal, kehidupan masyarakat, dan sebagainya,” kata Anam saat dihubungi Kompas.com, Kamis.
Dengan adanya proses hukum ini, Anam menilai, masyarakat sangat bergantung dengan profesionalisme penyidik Polda Metro Jaya.
“Tidak boleh ada sekat-sekat, tidak boleh ada
ewuh pakewuh
(sungkan), tidak boleh ada
gap,”
ujar dia.
Anam menggarisbawahi, siapa pun yang terlibat dalam kejahatan ini, penyidik harus memeriksa yang bersangkutan.
“Saya kira profesionalitas ini ditunggu oleh masyarakat. Oleh karenanya, tindakan profesional harus juga disertai oleh tindakan yang transparan,” kata Anam.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.