Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Nasib Arab-Druze, Direkrut Israel Jadi Tentara Tetap ‘Dibikin’ Miskin

Nasib Arab-Druze, Direkrut Israel Jadi Tentara Tetap ‘Dibikin’ Miskin

Jakarta, CNN Indonesia

Nasib miris dialami suku Druze berbahasa Arab yang memilih menjadi warga pendudukan Israel.

Banyak di antara mereka yang direkrut Israel untuk bergabung bersama pasukan pertahanan Israel (IDF). Namun, kebanyakan dari mereka tetap dibikin hidup miskin dan termarginalisasi di wilayah pendudukan Israel.

Anggota Parlemen Knesset Arab-Israel, Hanin Zoabie, mengatakan orang-orang Arab di wilayah itu diimingi kehidupan yang layak dan sejahtera dengan gaji tinggi jika bergabung ke IDF.

Ia menyebut bahwa Israel berusaha mengincar orang-orang yang miskin dan tidak memiliki pekerjaan untuk menjadi tentara.

“Sembilan puluh persen orang Arab yang bertugas di tentara Israel tidak memiliki kesetaraan dengan orang Israel. Israel tidak membutuhkan mereka untuk melindungi keamanannya, ini adalah masalah politik, yang pertama adalah perpecahan dan pemerintahan.” ungkap Zoabie, dikutip dari Al Majalla.

Suku Druze yang menempati Israel juga tak banyak pilihan selain bergabung bersama IDF untuk keluar dari himpitan ekonomi. Orang-orang Arab termasuk suku Druze di Israel amat sulit mendapat pekerjaan yang layak selain menjadi tentara.

Meski demikian, mereka tetap yang paling menderita tak mampu keluar dari kemiskinan dan diskriminasi sebagai minoritas di wilayah pendudukan Israel.

Meski banyak yang bergabung bersama IDF menjadi kombatan dan bertaruh nyawa, anak-anak muda Druze termarginalisasi dan tertolak dari investasi publik. Keluarga mereka harus membayar denda besar atas rumah-rumah yang dibangun karena kebijakan yang amat ketat dan selektif terkait perencanaan pembangunan dari Israel.

Sekitar 150 ribu orang Druze yang mayoritas Syiah tinggal di Israel, seperti dikutip dari AFP. Mayoritas anak-anak laki mereka harus ikut wajib militer di Israel, banyak pula yang tergabung sebagai kombatan di pasukan infantri angkatan darat.

Komunitas Druze tersebar di 16 desa termasuk di Desa Beit Jann di wilayah utara Israel, salah satu kampung halaman pemuda Druze yang tewas saat bertugas di IDF melawan Hamas pada agresi Israel sejak 7 Oktober.

Sejak 7 Oktober hingga 21 November sekitar enam orang Druze dari 390 anggota IDF tewas dalam pertempuran. Salah satu yang meninggal dunia adalah anggota IDF dari suku Druze, Adi Malik Harb.

Kematian mereka kembali memicu perdebatan terkait konstitusi Negara Israel sebagai negara untuk orang-orang Yahudi dan merendahkan suku-suku bangsa lainnya termasuk Arab di wilayah itu.

Pemakaman Malik Harb di Desa Beit Jann begitu sunyi diliputi kesedihan mendalam di antara keluarga dan kerabatnya.

“Bukankah teman-teman dan kenalan Adi (Malik Harb) layak mendapat pekerjaan dan membangun rumah di Beit Jann tanpa intervensi, tanpa khawatir tentang aturan ketat dan denda?” ujar pemimpin Syiah komunitas Druze di Beit Jann, Syekh Mowafaq Tarif.

Bersambung ke halaman berikutnya…

Sejumlah aktivis menyebut orang-orang Druze hidup dengan jaringan listrik, saluran pembuangan, hingga jalan-jalan yang sangat buruk selama mengalami marginalisasi oleh Israel dalam beberapa dekade.

Salah satu tokoh masyarakat Druze, Salah Abu Rukun, warga amat jarang diperbolehkan membangun rumah. Rumah-rumah mereka banyak yang digusur karena dinilai ilegal oleh Israel sehingga memicu protes warga.

Ia mengatakan orang-orang Druze sebagaimana orang Arab lainnya nyaris tak memiliki kepemilikan atas tanah untuk melanjutkan eksistensi mereka.

Undang-undang tahun 2017 untuk mencegah pembangunan yang tak diatur otoritas Israel semakin menghimpit orang-orang Arab termasuk suku Druze di Israel.

Pengacara dari Desa Beit Jann Nisreen Abu Asale mengatakan warga tidak punya pilihan selain menempati rumah-rumah mereka tanpa izin dari otoritas Israel.

“Kami tidak ingin meninggalkan komunitas, budaya, atau agama kami,” ujar Abu Asale sembari menyebut tak ada perkembangan berarti di desanya dalam beberapa dekade terakhir.

“Kami hidup berdasarkan kebutuhan 20 atau 30 tahun lalu,” ia menambahkan.

Praktik-praktik pembongkaran memang jarang dilakukan, tapi Israel kerap memaksakan denda besar kepada warga Druze atas rumah mereka sendiri.

Pelatih basket dari Universitas Teknik Haifa Ashraf Halabi harus membayar denda 600 ribu shekels atau setara US$160 ribu atas bangunan rumah dan kolam renangnya untuk kursus renan bagi anak-anak di Beit Jann.

“Siapa yang mau menggusur bangunan ini? Mereka (Israel) menguras dompet dan rekening bank kami,” tutur Halabi.

“Kami harus menerima perintah mobilisasi atau pembongkaran. Ada dua hal itu dan sayangnya kami harus mematuhinya,” ia melanjutkan curhatannya.

Kebijakan rasialis dan diskriminatif

Pada 2018, parlemen Knesset meloloskan undang-undang Negara-Bangsa yang mendeklarasikan bahwa hanya orang-orang Yahudi yang memiliki hak mengatur diri sendiri di Negara Israel dan meminggirkan bangsa lain termasuk Arab.

Suku Druze termasuk yang lantang menentang undang-undang itu. Wali Kota Beit Jann Radi Najam bahkan menyebut kebijakan tersebut sebagai langkah rasialis dan mengabaikan hak-hak etnis lain seperti Druze.

Undang-undang itu pun kembali diperdebatkan karena banyak suku Druze yang nyatanya harus bergabung bersama IDF dan tewas dalam pertempuran di sana.