mereka nanti akan menggunakan kendaraan pribadiJakarta (ANTARA) – Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jakarta Yusa Cahya Permana menyebut puncak pergerakan orang kini terjadi tidak hanya pada pagi dan sore saja melainkan juga malam hari salah satunya karena mereka melakukan satu perjalanan ke banyak tujuan.
“Sekarang itu sudah mulai terjadi, waktu ramai di jalan itu siang dan menuju malam karena orang melakukan perjalanan antar tempat kerja untuk transit, juga di siang hari, dan juga ketika malam hari ketika mereka bubar dari pusat-pusat perbelanjaan,” kata dia dalam diskusi di Jakarta, Selasa.
Baca juga: DTKJ dorong Pemprov DKI perkuat transportasi ramah disabilitas
Kondisi ini berbeda dengan masa lalu. Dulu, sambung Yusa, puncak pergerakan orang terjadi pada pagi saat mereka berangkat ke tempat kerja dan sore hari saat mereka pulang ke rumah.
Oleh karena itu, menurut Yusa, penyedia layanan transportasi umum harus memastikan layanan mereka tersedia mengikuti tren ini, demi menghindari potensi pengguna kendaraan umum yang tak terlayani.
“Jadi kalau layanannya hanya pagi dan sore maka akan ada pengguna-pengguna yang berpotensi menggunakannya lalu tidak terlayani optimal, yang terjadi apalagi mereka nanti akan menggunakan kendaraan pribadi. Kenapa? Karena layanannya tidak sesuai dengan perubahan kebutuhan,” jelas dia.
Baca juga: LRT Jabodebek hadirkan inisiatif ramah lingkungan dukung keberlanjutan
Yusa menekankan pentingnya pendekatan riset dan tren dalam menentukan kebijakan penyediaan layanan transportasi umum.
“Jadi kita harus melihat trennya itu ke depan bagaimana, jangan sampai tindakannya itu hanya bersifat reaktif. Kalau sudah reaktif sudah pasti biaya penanggulangan akan meningkat,” kata dia.
Dia lalu menambahkan, adapun jumlah perpindahan moda transportasi umum dalam satu kali perjalanan sebaiknya dibatasi tak sampai tiga. Ini demi meminimalisir level stres para pengguna.
Baca juga: TransJakarta hadirkan miniatur bus edukasi anak transportasi publik
Menurut Yusa, berpindah-pindah angkutan umum menghabiskan waktu, menghabiskan tenaga dan pikiran. Sementara stres level pengguna angkutan umum terjadi ketika mereka menuju titik tunggu, menunggu kendaraan itu sendiri dan proses transit.
“Jadi mungkin tadi ada maksimal tiga, itu idealnya jangan sampai tiga sebenarnya. Karena kalau sudah sampai tiga itu orang sebenarnya sudah malas pasti (naik angkutan umum),” kata dia.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024