Jakarta, CNBC Indonesia – Investor terkemuka dunia, Warren Buffett, dilaporkan terus menimbun uang tunai. Bahkan angka terbaru menunjukkan, ia kini mengumpulkan US$ 325 miliar (Rp 5.124 triliun).
Hal ini didapat setelah Buffett terus menerus menjual saham Apple Inc dan Bank of America. Namun setelahnya, tak ada pengumuman akuisisi besar akan dilakukan.
Sabtu lalu, perusahaan investasi miliknya, Berkshire Hathaway, diketahui menjual lagi sekitar 100 juta saham Apple pada kuartal ketiga (Q3). Ini setelah mengurangi separuh investasi besarnya pada pembuat iPhone tersebut pada kuartal sebelumnya.
Dengan hal ini, sisa saham Buffett di Apple kini sebesar 300 juta saham bernilai US$ 69,9 miliar (Rp 1.102 triliun) pada akhir September 2024. Meski, iPhone tetap menjadi investasi tunggal terbesar Berkshire.
Mengutip laman Associated Press (AP), hal ini membuat analis dan investor bertanya-tanya, mengapa Buffett terus mengumpulkan begitu banyak uang tunai. Bahkan mereka menyinggung prediksinya terkait keadaan ekonomi saat ini.
“Apakah mereka lebih pesimis tentang gambaran ekonomi dan pasar di masa depan daripada yang mungkin orang lain?” kata analis dari CFRA Research, Cathy Seifert, dikutip Senin (4/11/2024).
Sebelumnya, Buffett sempat mengatakan alasan mengapa ia mulai menjual sebagian saham Apple-nya adalah karena ia memperkirakan tarif pajak akan naik. Ini terungkap dalam rapat tahunan perusahaan pada bulan Mei.
Namun, analis lain dari Edward Jones & Co, Jim Shanahan, mengatakan ia bertanya-tanya apakah sebagian alasan Buffett mulai menjual Apple terkait dengan kematian wakil ketua Berkshire Charlie Munger tahun lalu. Pasalnya, penjualan saham Apple dimulai tak lama setelah kematiannya.
“Buffett tidak pernah senyaman mitra lamanya dengan bisnis teknologi. Jika Charlie Munger masih hidup, mungkin ia tidak akan menjual posisi itu secara agresif, mungkin sama sekali,” kata Shanahan.
Akhir pekan kemarin, Berkshire mengatakan keuntungan investasi kembali mendorong laba Q3 meroket menjadi US$ 26,25 miliar (Rp 413 triliun) atau US$ 18.272 (Rp 295 juta) per saham Kelas A. Setahun lalu, kerugian investasi yang belum terealisasi menyeret laba konglomerat itu turun hingga rugi US$ 12,77 miliar, atau US$ 8.824 per saham Kelas A.
“Laba operasional hanya turun sekitar 6% menjadi US$ 10,09 miliar (Rp 159 triliun), atau US$ 7.023,01 (Rp 110 juta) per saham Kelas A, dibandingkan dengan US$10,8 miliar tahun lalu, atau US$ 7.437,15 per saham Kelas A,” kata Berkshire.
Pendapatan tidak banyak berubah pada US$92,995 miliar (Rp 1.466 triliun). Setahun lalu, perusahaan itu melaporkan pendapatan sebesar US$93,21 miliar.
Berkshire memiliki berbagai macam bisnis asuransi, termasuk Geico Corp, BNSF Railway Co. Perusahaan juga memiliki beberapa utilitas besar, serta beragam koleksi bisnis ritel dan manufaktur, termasuk merek-merek seperti Dairy Queen dan See’s Candy.
(sef/sef)