Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

KPPU Selidiki Dugaan Persekongkolan Tender Air Bersih di Tiga Gili

KPPU Selidiki Dugaan Persekongkolan Tender Air Bersih di Tiga Gili

Mataram, Beritasatu.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelediki dugaan persekongkolan dalam pengadaan penyedia air bersih di Kepulauan Gili atau Tiga Gili, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Terdapat dua terlapor, yaitu Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Amirta Dayan Gunung, mantan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Lombok Utara, dan PT Tiara Cipta Nirwana (PT CTN).

“Kasus ini terdaftar dalam perkara Nomor 11/KPPU-L/2024 dan berfokus pada dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dugaan pelanggaran ini terkait dengan pengadaan badan usaha penyedia air bersih menggunakan teknologi sea water reverse osmosis (SWRO) oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Lombok Utara pada tahun anggaran 2017,” ungkap Kepala Bidang Penegakan Hukum KPPU Kantor Wilayah IV Surabaya, Haris Munandar, pada Senin (4/11/2024).

Dalam agenda pemeriksaan pendahuluan, KPPU akan membaca laporan dugaan pelanggaran yang diajukan oleh investigator KPPU, dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan alat bukti.

“Kami melaksanakan sidang ini untuk menindaklanjuti laporan terkait dugaan pelanggaran. Kami akan melanjutkan dengan pemeriksaan saksi, ahli, dan dokumen yang relevan,” jelas Haris.

Lebih lanjut, Haris menyatakan bahwa laporan perkara ini diajukan pada 2022, berkaitan dengan tender yang diduga mengindikasikan adanya kolusi antara PDAM dan PT CTN. Dalam pengawalan perkara ini, KPPU telah melaksanakan langkah-langkah awal sesuai dengan peraturan yang ada.

KPPU menyelidiki tender yang dilaksanakan di tiga lokasi, yaitu Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno. Ketiga lokasi ini direncanakan menjadi tempat kegiatan tender oleh PT CTN selama kurun waktu 30 tahun. Dalam pengadaan ini, KPPU menyatakan bahwa mereka hanya membutuhkan dua alat bukti yang kuat, termasuk keterangan saksi, untuk menentukan apakah terlapor bersalah atau tidak.

“Jika terbukti, kami akan mengenakan sanksi, yang dapat berupa denda atau pencabutan izin usaha. Denda maksimum yang dapat dikenakan oleh KPPU adalah 50% dari keuntungan bersih atau sepuluh persen dari hasil penjualan selama periode pelanggaran,” ungkap Haris Munandar.

Agenda sidang selanjutnya dijadwalkan pada 15 November 2024, dengan fokus pada mendengarkan tanggapan dari terlapor atas laporan dugaan pelanggaran.