Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Koperasi menyatakan penerima manfaat dari kebijakan pemutihan utang akan ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan pemerintah. Kebijakan pemutihan utang ini tidak akan diberikan terhadap semua petani, nelayan, dan UMKM.
Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan setelah mendapatkan pengampunan utang, nantinya para petani, nelayan, dan UMKM bisa mengakses pembiayaan lagi untuk mendukung usahanya. Namun, untuk mencegah terjadinya kredit macet, pemerintah berencana untuk memberikan pembiayaan atau kredit ini melalui koperasi agar masing-masing anggota dapat saling mengawasi.
“Ke depan memang pembiayaan harus diberikan melalui kelompok yaitu koperasi. Jadi, tidak bisa langsung diberikan ke individu-individu secara langsung. Kami dalam waktu dekat akan mengusulkan ke presiden agar ada pengaturan terkait ini,” kata Ferry dalam keterangan resmi yang diterima pada Jumat (1/11/2024).
Dia mengatakan langkah ini dilakuikan untuk meringankan beban para petani dan nelayan yang sempat mengalami kredit macet dan saat ini regulasi terkait rencana kebijakan tersebut sedang disiapkan dan diharapkan dalam waktu dekat peraturan presiden (perpres) dapat segera ditandatangani Presiden Prabowo Subianto.
Wacana kebijakan pemutihan utang bagi petani dan nelayan ini akan berdampak positif karena beban keuangan di masa lalu dapat dihapuskan sehingga ke depan mereka dapat kembali produktif. Terlebih petani dan nelayan menjadi pihak yang memiliki andil besar terhadap perekonomian rakyat terutama di saat krisis moneter pada 1997-1998.
“Sejarah membuktikan bahwa petani kita mampu bertahan dari dampak krisis ekonomi pada 1997-1998 terutama di pedesaan pada saat itu. Kekuatan mereka bisa menjadi benteng dari efek krisis moneter,” tutur Ferry.
Kementerian Koperasi akan mengusulkan agar nantinya koperasi-koperasi di sektor produktif yang memproduksi pangan dapat dilibatkan dalam kesuksesan program makan bergizi yang menjadi program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Peran koperasi perlu ditingkatkan kembali untuk menjadi salah satu penopang perekonomian nasional.
“Koperasi kami harap bisa menjadi bagian dalam pelaksanaan program swasembada pangan hingga program makan bergizi. Kami yakin koperasi dapat ikut serta menggerakkan roda perekonomian masyarakat,” terang Ferry.
Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sadar Subagyo mengapresiasi rencana kebijakan pemerintah tersebut. Pemutihan utang bagi petani, nelayan, dan UMKM menjadi langkah nyata pemerintah untuk peduli wong cilik.
Dengan pemutihan kredit macet ini, maka ke depan mereka akan lebih mudah mengakses pembiayaan kredit tanpa harus dibebani utang pada masa lalu.
“Kami harapkan program ini bisa dilakukan secara cepat untuk memberikan kemudahan kredit kepada setiap kelompok yang mau mengusahakan pangan. Jadi jangan mempersulit dan memberikan kredit tanpa agunan kemudian harus bisa dibayar (cicilan kredit) setelah panen,” jelas Sadar.
Namun, Sadar mengingatkan agar ke depan pemberian kredit terhadap petani, nelayan, dan UMKM harus dilakukan secara lebih teliti dan harus diberikan melalui sebuah kelompok seperti koperasi. Hal ini diperlukan untuk mencegah moral hazard dari para penerima manfaat pemutihan utang pada masa lalu.
“Kita harus sama-sama memperbaiki apa yang terjadi pada masa lalu, sehingga pemberian kredit ke depan harus yang berkelompok agar ada yang saling mengawasi,” kata Sadar.
Ekonom dari Bank Permata Joshua Pardede juga mengapresiasi wacana kebijakan penghapusan utang macet dari petani, nelayan, dan UMKM. Menurutnya, hal ini dapat menjadi salah satu faktor pendorong produktivitas sehingga program swasembada pangan bisa lebih realistis untuk diwujudkan. Di sisi lain kebijakan ini tentu akan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.
“Harapannya dengan pemutihan kredit macet ini dapat mendorong kesejahteraan para nelayan, petani, dan UMKM. Ketika kesejahteraan meningkat maka perekonomian akan maju,” kata Josua.