Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Hasil Pilpres AS Akan Bayangi Pergerakan IHSG November 2024

Hasil Pilpres AS Akan Bayangi Pergerakan IHSG November 2024

Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) bergerak volatil sepanjang Oktober. Menurut data RTI Business, selama Oktober 2024, IHSG menguat 0.40% tetapi disertai net sell asing senilai Rp 6,52 triliun. Lantas bagaimana dengan pergerakannya pada November?

Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal Hans Kwee mengatakan, pasar akan cenderung wait and see sembari menunggu hasil Pemilihan Presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) 2024 yang akan dilaksanakan pada Selasa (5/11/2024) mendatang. Menurut Hans, setiap calon presiden AS berpeluang membawa dampak yang berbeda bagi pergerakan pasar saham Indonesia.

“Pasar saat ini menunggu agenda cukup penting, yakni pilpres AS. Berdasarkan survei, posisi pemenangnya selalu bergeser. Tahun ini hampir tidak bisa ditebak. Ada peluang Trump menang. Kalau hal ini terjadi, kemungkinan pasar modal (Indonesia) akan koreksi. Maka, pelaku pasar itu wait and see dan berhati-hati sekali,” ucap Hans kepada wartawan di Bursa Efek Indonesia, Kamis (31/10/2024).

Lebih lanjut, Hans mengatakan, saat ini pelaku pasar tengah mencermati peluang pemotongan suku bunga acuan AS oleh Federal Reserve. Pasar percaya diri bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada FOMC Meeting pada November dengan besaran pemotongan yang tidak setinggi pemotongan pada September lalu.

Namun, pertanyaannya saat ini, yakni apakah pemotongan November akan dilanjutkan dengan pemotongan pada Desember atau tidak. Hal ini dapat dipengaruhi oleh hasil Pilpres AS 2024 nanti.

Lebih lanjut, Hans mengatakan, pelaku pasar global juga tengah mencermati sentimen pemberian stimulus oleh pemerintah Tiongkok kepada masyarakatnya. Sebelumnya, pada awal Oktober Pemerintah Tiongkok akan memberikan stimulus kepada masyarakatnya untuk mendorong daya beli sebagai upaya untuk menggerakan perekonomian.

“Ketika ada berita Tiongkok mau ngasih stimulus, investor cenderung rebalancing portfolio. Ketika pasar Tiongkok jelek, orang cenderung membeli ke emerging market. Berita terakhir, ternyata stimulus Tiongkok kurang, sehingga dananya keluar,” ucapnya.

Ia melanjutkan, Tiongkok menambah stimulusnya. Jadi, perkiraan mereka kalau stimulus 5% dari GDP, bisa bakal efektif.

“Namun, saat ini belum sampai. Kalau Tiongkok membaik terlalu cepat, itu jadi masalah bagi kita. Karena duit itu akan kembali lagi balik ke Tiongkok. Itu yang jadi masalah,” tambah Hans.

Secara umum, Hans menilai pasar dapat bergerak di teritori negatif jika suku bunga acuan The Fed jadi diturunkan. Hans optimistis bahwa hal tersebut dapat kembali terjadi pada November 2024.

“Secara umum harusnya pasar itu bisa bergerak rebound. Di era penurunan tingkat suku bunga, biasanya pasar saham itu akan rally sampai 65% naiknya setiap kali penurunan suku bunga. Nah yang biasanya sektor yang beruntung, yaitu sektor perbankan, kemudian kalau bunga memang turun, properti harusnya bergerak. Kalau properti bergerak dan industri turunannya juga bergerak semua,” pungkas Hans.