Liputan6.com, Yogyakarta – Kepolisian mengusulkan agar Pemda Yogyakarta tidak menambah lagi penjualan minuman keras (Miras) berizin. Polda Yogyakarta telah menangkap tujuh pelaku penganiayaan dua santri yang menguatkan penolakan peredaran miras dari kalangan santri. Wacana pembatasan ini disampaikan Kapolda Yogyakarta dihadapan massa aksi ‘Solidaritas Santri Jogjakarta’ di Mapolda, Selasa (29/10/2024). Ribuan santri memenuhi halaman Mapolda Yogyakarta. “Awalnya kita menangkap dua pelaku, namun belum kita rilis. Tadi malam, tiga orang pelaku ditangkap pukul 28.00 WIB dan pelaku yang melakukan penusukan tertangkap pukul 23.00 WIB,” kata Irjen Suwondo.
Proses hukum tujuh pelaku terbuka untuk publik. Aksi pada Rabu (23/10/2024) malam memakan korban dua santri santri Shafiq F (19) dengan luka tusuk di perut dan M Aufal (23) yang mengalami luka pemukulan. Peristiwa yang terjadi di daerah Jalan Parangtritis, Prawirotaman, Kota Yogyakarta disebut sebagai kado pahit menjelang peringatan Hari Santri 2024.
Kepolisian telah berkoordinasi dengan Pemda terkait penjualan miras dan meminta pembatasan penjualan diberlakukan dengan tidak mengeluarkan izin penjualan setelah penataan. “Sudah diatur oleh Pemda, mana yang boleh. Kalau nanti sudah dirapikan oleh Pemda, tidak boleh lagi izin miras di Yogyakarta. Cukup! Tidak boleh lagi ada nambah-nambah,” tegasnya.
Guna menutup penjualan miras berizin, Kapolda menyatakan pihaknya tidak bisa meskipun pribadi mau, karena keterbatasan kewenangan. Tapi untuk penjualan ilegal dan penjualan di luar lokasi penjualan telah dilakukan penindakan rutin.
Sementara itu, Ketua PWNU DIY, Ahmad Zuhdi Muhdlor berterima kasih Polda memenuhi tuntutan yang disuarakan santri dengan tanggap dan sigap menangkap pelaku. “Kami lakukan ini untuk mewujudkan Yogyakarta aman bagi semua. Semua yang datang, maupun warga asli kita harapkan nyaman di Yogyakarta,” jelasnya.
Koordinator umum aksi Abdul Muiz menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga hukum ditegakkan dan bakal menjamin tidak ada tempat bagi kekerasan di masyarakat. “Kami mendesak pemerintah meninjau ulang dan merevisi peraturan daerah tentang pengendalian, pengawasan minuman beralkohol, serta pelarangan minuman oplosan agar lebih efektif mencegah tindak kriminal yang disebabkan oleh konsumsi minuman tersebut,” jelasnya.
Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono menyatakan Pemda telah berkoordinasi dengan Kota/Kabupaten membahas peraturan penjualan miras yang dinilai kewenangannya tumpang tindih. “Masukkan dari berbagai elemen kita terima dan segera kita putuskan dalam minggu ini,” ucapnya.
Menurutnya, aksi penolakan penjualan miras berakar pada hadirnya fasilitas antar layan dan penjualan daring dari toko-toko berizin. Padahal itu belum diatur dalam Perda yang mengatur penjualan miras.