Jakarta, CNBC Indonesia – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex atau SRIL) telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan bahwa pihaknya, dalam hal ini pengusaha, menyerahkan persoalan itu kepada pemerintah.
Namun, Shinta menekankan agar unsur-unsur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang bisa saja timbul dari dampak pailitnya Sritex dapat diminimalisir oleh pemerintah.
“Kami cuman ingatkan bahwa memang saat ini kondisi, terutama PHK dan lain-lain itu saja akan sangat mempengaruhi. Jadi kami harapkan bahwa akan bisa diminimalisasi unsur-unsur seperti PHK yang besar seperti ini,” kata Shinta saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Dengan adanya kondisi Sritex yang dinyatakan pailit, Shinta berharap pemerintah bisa lebih serius lagi dalam memberantas impor ilegal. Sebab, impor ilegal dinilainya telah memberikan pengaruh besar terhadap kinerja industri tekstil Tanah Air.
“Tapi prinsipnya, yang kami selalu tegaskan adalah memang kita harus memberantas illegal import, karena illegal import itu sesuatu yang jelas-jelas sangat mempengaruhi. Jadi dasarnya yang harus kita (berantas) adalah illegal import,” ucapnya.
Adapun terkait kontribusi Sritex ke perekonomian nasional, Shinta menyebut Sritex sebagai salah satu perusahaan besar di Indonesia telah memberikan kontribusi yang cukup besar.
“Ya kita lihat lah, maksudnya mereka jelas ini kan perusahaan besar ya. Jadi ini bukan perusahaan yang baru diri kemarin. Jadi kalau dari kontribusi ya ini sudah puluhan tahun ya itu sudah terlihat gitu,” ucap dia.
Kemudian saat ditanya apakah Sritex bisa diselamatkan atau tidak, Shinta hanya mengatakan bahwa hal itu bergantung pada proses hukum yang saat ini sedang berjalan.
“Saya rasa ini tergantung daripada proses hukum nanti yang berjalan, dan seberapa jauh untuk segitu. Kan kita kan juga mesti lihat daripada keberlangsungan ya daripada perusahaan ini. Jadi kita jangan lihat sama hanya kondisi saat ini, tapi keberlangsungannya itu seperti apa,” pungkasnya.
(wia)