82 Warga Gaza Tewas Dibantai Israel, 34 Orang Gugur saat Mencari Bantuan

82 Warga Gaza Tewas Dibantai Israel, 34 Orang Gugur saat Mencari Bantuan

PIKIRAN RAKYAT – Tragedi kemanusiaan kembali mengguncang dunia. Sebanyak 82 warga Palestina dilaporkan tewas dalam satu hari akibat serangan militer Israel penjajah di Jalur Gaza, Jumat 20 Juni 2025.

Di antara para korban, 34 di antaranya meregang nyawa saat sedang mengantre bantuan kemanusiaan, menambah panjang daftar pembantaian terhadap rakyat sipil yang tengah putus asa mencari makanan dan keselamatan.

Pencari Bantuan Menjadi Sasaran Peluru dan Bom

Menurut laporan tim medis yang diterima Al Jazeera, serangan brutal terjadi di berbagai wilayah Gaza, termasuk di kota tengah Deir el-Balah dan Gaza selatan.

Di wilayah Gaza tengah saja, 37 orang tewas—termasuk 23 yang menjadi korban saat menunggu bantuan makanan. Di Kota Gaza, tercatat 23 korban jiwa lainnya. Di selatan, 22 orang gugur, 11 di antaranya juga pencari bantuan.

“Warga ditembak saat menunggu bantuan. Banyak dari mereka tidak bersenjata, hanya membawa wadah kosong untuk mengisi air atau makanan. Ini adalah tindakan tidak manusiawi,” tutur salah satu petugas medis di Rumah Sakit Al-Aqsa, yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan.

Serangan paling mematikan terjadi saat jet tempur Israel penjajah menghantam sebuah rumah di barat Deir el-Balah, menyebabkan puluhan warga sipil tewas, termasuk perempuan dan anak-anak.

GHF Digugat, Distribusi Bantuan Dinilai Gagal Lindungi Warga

Sejak 27 Mei, distribusi bantuan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF)—sebuah entitas yang didukung oleh Israel penjajah dan Amerika Serikat—menuai kritik tajam dari lembaga internasional karena dianggap gagal memastikan sistem distribusi yang aman dan layak.

Ismail al-Thawabta, Direktur Jenderal Kantor Media Pemerintah Gaza, menyebut bahwa sejauh ini setidaknya 409 warga Gaza tewas saat mencoba mengakses bantuan, dan lebih dari 3.200 lainnya terluka.

“Setiap hari, rakyat kami yang kelaparan dipaksa memilih antara mati karena bom atau mati karena lapar. Dan dunia masih bungkam,” ucap al-Thawabta.

Krisis Air dan Makanan Memburuk, Anak-anak di Ambang Kematian

Kondisi kemanusiaan di Gaza terus memburuk, tak hanya karena kekurangan makanan, tapi juga air bersih. Juru bicara UNICEF, James Elder, memperingatkan bahwa Jalur Gaza tengah menghadapi kekeringan buatan manusia karena sistem air telah hancur total.

“Anak-anak akan mulai mati karena haus. Hanya 40 persen fasilitas air yang masih berfungsi. Ini bukan bencana alam, ini adalah bencana yang disengaja,” ujar Elder dari Jenewa, Jumat 20 Juni 2025.

Menurut Elder, kurangnya transparansi tentang kapan dan di mana bantuan disalurkan juga memicu kekacauan. Situs bantuan kerap berada di zona pertempuran aktif, dan informasi distribusi sering kali tidak dapat diakses warga karena pemadaman internet.

“Ada anak laki-laki yang terluka oleh proyektil tank saat mengambil bantuan, dan akhirnya meninggal karena lukanya. Berapa banyak anak lagi yang harus dikorbankan untuk disebut genosida?” katanya.

Israel dan Iran Memanas, Erdogan: Dunia Mendekati Titik Tanpa Kembali

Ketegangan regional semakin meningkat setelah Israel penjajah juga meluncurkan serangan terhadap sasaran di Iran dalam pekan yang sama. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan bahwa eskalasi konflik Israel penjajah–Iran dan genosida di Gaza kini berada di ambang kehancuran total.

“Kegilaan ini harus berakhir secepat mungkin. Israel mengeluhkan serangan terhadap rumah sakitnya hari ini, tetapi hingga saat ini mereka telah menyerang lebih dari 700 fasilitas kesehatan di Gaza,” tutur Erdogan dalam forum pemuda Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Istanbul.

PBB dan Dunia Masih Bungkam, Gaza Kehilangan Harapan

Meski seruan gencatan senjata terus menggema, hingga kini belum ada tindakan tegas dari Perserikatan Bangsa-Bangsa ataupun negara-negara besar. Sistem distribusi bantuan yang seharusnya menjadi penyelamat, kini justru memperparah penderitaan rakyat Palestina.

Sementara itu, GHF menyatakan bahwa mereka telah mendistribusikan lebih dari 3 juta makanan “tanpa insiden”, sebuah klaim yang dibantah langsung oleh laporan korban dan saksi lapangan.

“Pusat bantuan mereka bukan lagi tempat harapan, tapi kuburan massal,” ucap seorang warga Deir el-Balah yang selamat dari ledakan namun kehilangan dua anaknya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.***