Jakarta, CNN Indonesia —
Digitalisasi diperkirakan akan terus tumbuh di Asia Tenggara, bahkan diperkirakan 15 persen pendapatan perusahaan di Asia Tenggara akan berasal dari produk dan layanan digital di 2023.
International Data Corporation (IDC) memprediksikan pada 2023, ekosistem digital akan menguasai Asia Tenggara, karena satu dari tiga perusahaan akan menghasilkan lebih dari 15 persen pendapatannya dari produk dan layanan digital, persentase ini meningkat dari hanya satu dari enam perusahaan di 2020.
Menurut IDC, beberapa area yang menjadi prioritas negara-negara di Asia Tenggara untuk mendorong ekonomi digital mereka di antaranya adalah menjadi perusahaan yang mengandalkan data dalam pengambilan keputusan, melakukan akselerasi layanan digital, beroperasi secara otonom atau tanpa campur tangan manusia, mengutamakan kualitas pada seluruh interaksi dengan pelanggan atau omni-experience, serta modernisasi rantai pasokan.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan pendapatan dari produk dan layanan digital ini turut meningkatkan peran salah satu bidang teknologi, yakni cloud. Teknologi cloud dinilai sangat berguna bagi kelangsungan dan ketahanan bisnis organisasi-organisasi di Asia Tenggara untuk bersaing di dunia yang mengutamakan sektor digital.
Pada WW Public Cloud Services Tracker 2021, IDC memperkirakan pasar Layanan Public Cloud di seluruh Asia Tenggara diperkirakan akan tumbuh dan mencapai US$11 miliar pada 2025 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) lima tahun sebesar 21,5 persen.
Salah satu faktor yang membuat digitalisasi terus tumbuh adalah pandemi Covid-19. Pandemi COVID-19 membuat semakin banyak perusahaan yang memindahkan mission-critical workloads mereka ke layanan public cloud.
Selain itu, pemerintah di negara-negara Asia Tenggara juga membuka kesempatan bagi para pelaku industri yang sudah teregulasi seperti finansial, asuransi, layanan kesehatan, sektor publik, energi, telekomunikasi, dan manufaktur untuk mengadopsi penggunaan public cloud.
Proses adopsi hybrid dan multicloud juga disebut semakin cepat karena perusahaan memiliki akses ke produk-produk yang lebih baik untuk melakukan integrasi data serta interoperabilitas aplikasi pada beberapa cloud.
Menurut survey IDC, lebih dari 60 persen organisasi di Indonesia, Malaysia, dan Singapura telah memprioritaskan program-program yang terkait dengan ketahanan infrastruktur digital. Hal tersebut dilakukan untuk merespon kondisi yang serba tidak pasti akibat ketegangan geopolitik, inflasi, gangguan rantai pasokan, dan usaha penanggulangan pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.
Lebih lanjut, IDC juga menemukan sebanyak 76 persen organisasi di Asia-Pasifik terindikasi akan melakukan peningkatan layanan cloud dalam 12 bulan mendatang.
Dari angka tersebut, peningkatan sebesar 81 persen ditunjukkan organisasi-organisasi di Indonesia, 86 persen di Malaysia, 88 persen di Filipina, dan 92 persen di Thailand.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan penggunaan layanan cloud yang lebih tinggi dari angka rata-rata regional.
“Lebih banyak perusahaan yang akan mencari cara untuk merancang strategi cloud mereka, sekaligus cara untuk menggunakan layanan cloud secara lebih efektif, seiring dengan perkembangan layanan cloud pada berbagai sektor industri di kawasan Asia Tenggara,” ujar Prapussorn Pechkaew, Research Manager, IDC Thailand dalam sebuah keterangan, Selasa (23/8).
(lom/lth)