Duduk Perkara Kasus Jaksa Tapsel Jovi Andrea: Kriminalisasi atau Kesalahan Pribadi?
Editor
KOMPAS.com –
Jovi Andrea Bachtiar, Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, dituntut dua tahun penjara.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Selasa (12/11/2024), JPU menilai Jovi menyebarkan informasi yang melanggar kesusilaan di media sosial.
Namun, kasus ini kemudian viral di media sosial, di mana Jovi menyebut dirinya dikriminalisasi.
Pada Selasa, 14 Mei 2024, Nella Marsela, seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Tapsel sekaligus rekan Jovi, menerima tangkapan layar unggahan dari akun Instagram Jovi yang dikirim oleh Nova Arimbi Parinduri, staf di bagian pidana umum Kejari Tapsel.
Dalam jepretan layar akun Instagram Jovi, tertulis ajakan kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pegiat korupsi di Tapsel dan Kota Padangsidimpuan, apabila melihat Nella Marsela (disertai foto Nella) mengendarai mobil dinas Mitsubishi Pajero Sport dan Toyota Innova kepala Kejari Tapsel digunakan untuk pacaran dan keperluan pribadi, supaya mengirimkan informasinya ke Jovi.
Kiriman dari masyarakat itu nantinya akan disampaikan kepada Jaksa Agung Muda bidang pengawasan.
Merasa tak terima, Nella menyurati Kajari Tapsel selaku atasannya dan meminta petunjuk.
Nella mendapat arahan dari Kajari Tapsel, Siti Holija Harahap, bahwa permasalahan ini diserahkan sepenuhnya kepada Nella Marsela karena urusan pribadi.
Pada 25 Mei 2024, Nella resmi membuat laporan ke Polres Tapanuli Selatan.
Pada 19 Juni 2024, rupanya Nella kembali melihat unggahan Jovi di akun Tiktok seperti yang diunggah di Instagram.
Akun itu menandai akun lain, bertujuan agar postingan tersebut diketahui publik.
Postingan tersebut kembali memuat foto-foto saksi, dengan narasi yang dianggap melanggar norma kesusilaan, termasuk penggunaan kata-kata vulgar dan tuduhan merendahkan individu yang dimaksud.
Kasus disidangkan hingga tuntutan
Kasus tersebut kemudian bergulir ke meja hijau hingga pada 14 Mei, Jovi menjalani sidang tuntutan.
JPU Kejari Tapsel menuntut pidana penjara selama dua tahun terhadap Jovi.
Dia dinilai melakukan penyebaran informasi yang melanggar kesusilaan melalui akun media sosial miliknya.
“Ya, terdakwa dituntut dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan,” kata Kasi Intelijen Kejari Tapsel Obrika Yandi Simbolon ketika dihubungi dari Medan, Kamis (14/11/2024), dikutip dari
Antara
.
JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana dakwaan kedua penuntut umum.
Dalam kasus ini, Obrika berharap agar masyarakat melihat secara utuh dan tidak sepotong-sepotong seperti yang diunggah terdakwa di media sosial.
“Kejaksaan tidak pernah mengkriminalisasi pegawainya, melainkan dia (terdakwa) sendiri yang mengkriminalisasikan dirinya karena perbuatannya,” jelasnya.
Obrika menyebut terdakwa mencoba membelokkan isu dari yang sebenarnya sehingga masyarakat terpecah pendapatnya di sosial media.
“Ada dua persoalan yang dihadapi terdakwa, yakni pidana dan disiplin ASN. Perbuatan ini bersifat personal yang bersangkutan dengan korban dan tidak terkait dengan institusi tetapi oleh yang bersangkutan digunakan isu soal mobil dinas,” jelasnya.
Obrika menambahkan, selama ini sudah dilakukan upaya pembinaan dan mediasi, tetapi Jovi justru selalu mengalihkan isu dengan topik-topik lain di media sosialnya.
“Seolah-olah yang bersangkutan adalah pendekar hukum dan kebenaran,” ujarnya.
Persidangan selanjutnya dijadwalkan kembali digelar pada Senin (18/11/2024), dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dari terdakwa.
Kejaksaan Agung kemudian mengusulkan pemecatan terhadap Jovi.
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar, menjelaskan usulan itu lantaran Jovi juga melakukan tindakan indisipliner sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan tidak masuk kerja selama 29 kali.
“Dan saat ini sedang diusulkan untuk pemberhentian dengan hormat tanpa permintaan sendiri. Karena itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,” kata Harli, Minggu (17/11/2024).
“Kenapa? Karena dia juga tidak pernah masuk 29 kali secara akumulasi,” tambahnya.
Harli juga menerangkan, usulan pemecatan itu tak mesti menunggu keputusan inkrah dari proses persidangan yang sedang dijalani oleh Jovi.
Sebab apa yang dilakukan oleh Jovi sudah memenuhi syarat bagi pihak Kejaksaan untuk mengajukan pengusulan pemecatan tersebut sesuai aturan yang berlaku.
“Iya (sudah memenuhi unsur). Ya karena dari ketidakhadiran yang dari 29 hari itu berdasarkan Pasal 15, Pasal 4 di PP itu ya dia diberhentikan,” ujar Harli.
Harli juga membantah tudingan bahwa Kejaksaan Agung mengkriminalisasi Jovi.
Menurut Harli, masyarakat harus melihat kasus yang menjerat Jovi secara menyeluruh.
“Kejaksaan tidak pernah melakukan kriminalisasi terhadap pegawainya, melainkan yang bersangkutan sendirilah yang mengkriminalisasikan dirinya karena perbuatannya,” kata Harli.
Harli menilai Jovi yang justru membelokan isu tersebut hingga membuat masyarakat menjadi bingung.
Dia menyebut terdapat dua persoalan cukup berat sehingga pihaknya menyeret Jovi hingga ke meja hijau, yaitu melakukan perkara tindak pidana dan hukuman disiplin PNS.
Kata Harli, persoalan tindakan pidana itu sejatinya merupakan perbuatan yang bersifat personal antara Jovi dan Nella Marsela selaku korban.
“Dan tidak terkait dengan institusi, tetapi oleh yang bersangkutan menggunakan isu soal mobil dinas Kajari,” jelasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul: Kejagung Usul Jovi Andrea Bachtiar Dipecat Sebagai Jaksa, Kapuspenkum: Dia Pernah Tak Masuk 29 Kali
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul AWAL MULA Jaksa Muda di Tapsel Masuk Bui hingga Pemecatan, Singgung Mobil Dinas Kajari untuk Pacaran
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.