8 Bayi Meninggal Saat Dirawat di RS Jakpus, Diduga Diberi Oksigen Kadar Tinggi Megapolitan

8
                    
                        Bayi Meninggal Saat Dirawat di RS Jakpus, Diduga Diberi Oksigen Kadar Tinggi
                        Megapolitan

Bayi Meninggal Saat Dirawat di RS Jakpus, Diduga Diberi Oksigen Kadar Tinggi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Bayi laki-laki berinisial C (1 tahun 7 bulan) meninggal dunia di salah satu rumah sakit daerah Jakarta Pusat diduga karena menerima kadar oksigen yang terlalu tinggi saat menjalani perawatan. 
Ibu korban, S (31), menceritakan, insiden bermula pada Jumat (22/11/2024) malam saat C demam dan kejang-kejang sebanyak dua kali.
S langsung membawa C ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tersebut. Di IGD, C dipasang infus selama 2-3 jam.
“Dan setelah itu, anak saya diberi obat antikejang juga. Dan selama prosesnya, kondisi anak saya membaik,” kata S saat ditemui
Kompas.com,
Rabu (22/1/2025).
Meski C sempat muntah, S melihat kondisi anaknya membaik setelah mendapat infus dan diberi obat. 
Suhu badan C kembali normal. Intensitas muntah dan diare C juga berkurang. 
“Dokter juga menyatakan, ‘Mama, ini semua pemeriksaan dede bagus’, dia bilang gitu,” tutur S.
Namun, saat itu, dokter melihat C mengalami sesak napas. Dokter pun menyarankan agar bayi itu dipasang oksigen sekaligus menjalani pemeriksaan rontgen.
“Jadi dari dia sendiri bilang, ‘Mama, ini kita pasang oksigen saja ya. Soalnya saya lihat dede ini sesak’. Terus saya bilang kalau saya sempat nolak,” ujar S.
S sempat menolak karena dia pikir C hanya rewel akibat demam. 
“Saya bilang tidak usah. Karena anak saya ini kan demam, kalau demam kan anak-anak rewel. Wajar ya kalau rewel, jadi suaranya mungkin agak beda ya,” tambahnya.
Namun, S pada akhirnya mengikuti arahan dokter karena percaya pada tim medis.
C pun dipasang oksigen oleh perawat dan dirontgen pada Sabtu (23/11/2024) sekitar pukul 15.00-15.30 WIB. Usai dipasang oksigen, S melihat anaknya seperti merasa kurang nyaman.
Namun, dokter kala itu menekankan, oksigen baru akan dilepas jika hasil rontgen C sudah keluar.
“Karena kita kan kurang paham juga ya orang awam. Jadi kan kita enggak tahu dampak buruknya itu seperti apa pemasangan alat oksigen itu,” terang S.
Selama 30 menit pertama oksigen dipasang, S melihat kondisi C menurun drastis.
“Makin lama saya melihat anak saya ini kok makin perburukan. Saya panggil enggak sadar, anak saya juga kayaknya makin lemah,” jelas S.
S yang tak tahan melihat wajah anaknya tampak semakin lemah langsung memanggil dokter.
Ternyata, dokter mengatakan kadar oksigen yang diberikan ke C terlalu tinggi. 
“Pas dokter itu datang, dokter ini panik. Panik, terus dia berkata sama saya, ‘Mama, ini kadar oksigennya terlalu tinggi,’ dia bilang gitu. ‘Ini enggak boleh buat anak-anak, Ini dosisnya terlalu tinggi buat C’,“ jelas S.
Saat itu, dokter langsung menurunkan kadar oksigen C. Namun, seolah sia-sia, C meninggal dunia sekitar pukul 16.30 WIB.
“Terus sampai pada akhirnya, dokter itu datang, setelah kadar oksigennya diturunin, anak saya langsung mengembuskan napas terakhir,” terang S.
Karena menilai ada yang tidak beres dari perawatan yang diterima C, S meminta klarifikasi dari pihak rumah sakit melalui surat setelah kematian C. 
Pihak rumah sakit pun telah menyampaikan balasan dan menjelaskan penyebab kematian C.
Namun, menurut S, penjelasan pihak rumah sakit tidak sesuai dengan kondisi C sesaat sebelum meninggal. Oleh karenanya, S kembali bersurat ke pihak rumah sakit meminta penjelasan lanjutan.
“Harapan saya ada keadilan untuk anak saya. Keadilan dalam artian mendapatkan jawaban yang memang sesuai dengan kondisi sebenarnya,” kata S. 
“Kalau bisa sih dijelaskan secara jujur-sejujurnya, ini anak kenapa gitu, biar enggak ada korban-korban yang lain,” tuturnya. 
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.