7 Jika Sudah Dilantik, Dedi Mulyadi Ancam Beri Sanksi Kepsek yang Ngotot "Study Tour" Bandung

7
                    
                        Jika Sudah Dilantik, Dedi Mulyadi Ancam Beri Sanksi Kepsek yang Ngotot "Study Tour"
                        Bandung

Jika Sudah Dilantik, Dedi Mulyadi Ancam Beri Sanksi Kepsek yang Ngotot “Study Tour”
Editor
KOMPAS.com
– Gubernur terpilih
Jawa Barat

Dedi Mulyadi
akan memberi sanksi kepala sekolah yang tetap memaksakan
study tour
setelah Dedi dilantik sebagai Gubernur Jabar, 20 Februari mendatang.
“Saya akan membuat surat edaran, dan di dalamnya bagi sekolah, guru, kepala sekolah yang memaksakan kegiatan tersebut kami akan memberikan sanksi yang tegas, karena Anda adalah ASN yang terikat dengan peraturan,” tegas Dedi kepada
Kompas.com
via sambungan WhatsApp, Senin (17/2/2025).
Dedi menegaskan, kebijakan yang dilakukannya setelah dilantik adalah bersifat umum. Kalau salah satu sekolah tetap melaksanakan kegiatannya, kata dia, nanti sekolah yang lain ikut-ikutan.
“Nanti jadi repot,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Dedi mengatakan, pihaknya mendapat kritik dari komite sebuah SMA Negeri di
Depok
terkait pelarangan
study tour
ke Bali. Sebelumnya, Dedi meminta sekolah tersebut menunda atau membatalkan kegiatan tersebut.
“Ada komite sekolah yang mengatakan ucapan saya tidak tepat terkait informasi biaya atau ongkos yang dibayarkan,” kata Dedi pada unggahan di akun TikTok Kang Dedi Mulyadi dan dikonfirmasi ulang
Kompas.com, 
Senin (17/2/2025).
Dedi menyebutkan, ongkos
study tour
ke Bali Rp 3,5 juta. Jumlah tersebut belum ditambah uang jajan dan uang saku sehingga bisa sampai Rp 4,5 juta hingga Rp 5,5 juta.
Dedi mengaku mendapat informasi itu dari sebuah media
online
lokal di Depok.
Untuk kegiatan PPKN?
Selain biaya, komite sekolah mengatakan
study tour
adalah kegiatan yang masuk ke kurikulum sekolah, yakni pelajaran PPKN.
“Saya terima kasih juga (telah dikritik), kenapa? Karena ini orangtua, komite sekolah sangat peduli pada siswa-siswanya, untuk dapat pelajaran berharga dari pergi ke Bali. Terutama di bidang pelajaran PPKN. Keren banget,” sindir Dedi.
Dedi menyampaikan demikian karena ketika orangtua siswa di daerah lain protes karena biaya
study tour
mahal, komite sekolah di Depok justru protes karena biaya sekian itu tidak terlalu mahal.
Hal ini, menurut Dedi, menunjukkan kelas ekonomi, orangtua siswa di sekolah tersebut sangat mapan.
Lebih lanjut, Dedi menyampaikan pelajaran PPKN tidak harus pergi ke Bali. Hal ini bisa dipelajari di lingkungan setempat.
“Membantu orangtua beresin rumah, itu pelajaran PPKN. Berkunjung ke rumah tetangga siapa tahu tetangga tak punya beras itu PPKN,” jelas dia.
Selain itu, bisa juga mempelajari tentang lingkungan sejarah kebudayaan Depok. Misalnya, kata Dedi, kenapa lahir istilah yang disebut Belanda Depok.
“Kemudian akar kebudayaan orang Depok (berasal) dari mana, leluhurnya siapa. Apa fungsi setu-setu yang berkembang saat ini di Depok dan sebagian sudah beralih fungsi dan bagaimana dampak alih fungsi itu bagi sosial ekonomi dan kebudayaan lingkungan masyarakat Depok. Itu juga keren,” tegas Dedi.
Apabila orangtua ingin anaknya piknik, lanjut Dedi, tidak ada masalah karena itu hak setiap orang. Namun lebih baik selenggarakan secara pribadi oleh orangtuanya.
Anak-anaknya didampingi langsung oleh orangtuanya pergi ke Bali.
“Dampingi saja, piknik biasa jangan bawa nama sekolah. Cukup orangtuanya. Lalu bagaimana gurunya? Boleh pergi ke Bali tapi dengan biaya sendiri,” kata Dedi.
Menurut dia, kalau guru pergi ke Bali kemudian mendapat transportasi dari orangtua siswa, apalagi guru ASN, itu tidak boleh menurut undang-undang.
Dedi meminta semua pihak harus memahami bahwa tidak semua sekolah punya kemampuan ekonomi seperti SMAN 6 Depok yang akan
study tour
.
Masih banyak sekolah-sekolah lain yang orangtua siswanya harus ngutang ke sana kemari untuk anaknya pergi
study tour
.
“Untuk itu kenapa saya bersikap seperti itu, karena saya sebentar lagi jadi Gubernur Jawa Barat,” kata dia.
Hal yang harus dipikirkan Dedi, bukan hanya sekolah di Depok yang orangtuanya kaya, melainkan ada juga sekolah lain yang ada di Garut, Ciamis, Purwakarta, Subang, Majalengka, dan Cirebon.
“Bisa jadi di sekolah tersebut orangtuanya tidak semuanya kaya seperti SMA di Depok yang dipimpin oleh komite sekolahnya,” jelas Dedi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.