6 Wamen Fajar: Kunjungan Paus ke Indonesia Cermin Kehidupan Beragama Penuh Keterbukaan Nasional

6
                    
                        Wamen Fajar: Kunjungan Paus ke Indonesia Cermin Kehidupan Beragama Penuh Keterbukaan
                        Nasional

Wamen Fajar: Kunjungan Paus ke Indonesia Cermin Kehidupan Beragama Penuh Keterbukaan
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq mengatakan, kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia merupakan momentum meneguhkan iman, persaudaraan sejati, kasih sayang, serta bela rasa.
Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar, kata Fajar, merupakan negara yang telah tiga kali dikunjungi oleh Paus.
Pertama terjadi pada 1970 oleh Paus Paulus VI (Giovanni Battista Enrico Antonio Maria Montini). Kemudian pada 1989, oleh Paus Yohanes Paulus II (Karol Józef Wojty?a). Terakhir pada 2024 oleh Paus Fransiskus (Jorge Mario Bergoglio).
“Ini hal unik di mata Vatikan. Indonesia negara mayoritas Muslim, tetapi bukan negara Timur Tengah. Kalau kita lihat sejarah perjalanan bangsa ini, sejak awal hubungan antaragama kita tumbuh dan lahirlah Pancasila sebagai kalimatun sawa atau “common platform” bagi bangsa ini,” ujar dalam peluncuran buku
Faith, Fraternity and Compassion: Perjalanan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia 3–5 September 2024
yang digelar Kompas Gramedia di Kantor KWI, Jumat (3/10/2025).
“Kunjungan Paus di Indonesia menjadi cermin kehidupan beragama yang penuh keterbukaan,” sambung Fajar.
Fajar mengingatkan, Islam di Indonesia itu arus utamanya adalah mengedepankan kasih sayang, seperti yang digerakkan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Secara teologis, kata Fajar, hal ini sama dengan nilai-nilai kerahiman yang ada di umat Katolik.
“Bagi saya pribadi, kunjungan Paus ke Indonesia bukan di ruang kosong, adanya saling bela rasa yang sudah muncul dari masyarakat kita sendiri adalah keunikan bangsa ini,” ujar Fajar.
Ia mencontohkan, hal tersebut terjadi ketika Muktamar Muhammadiyah pada 2022, di mana umat Katolik ikut mendukung, menyediakan gereja sebagai tempat parkir, transit, dan menyumbang konsumsi bagi peserta.
“Isu konvergensi sudah selesai, tantangan kita kini adalah bagaimana agar bela rasa ini menguatkan gerakan bersama antar umat beragama untuk menjawab berbagai persoalan,” ujar Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
Buku Kristen Muhammadiyah pun disinggung Fajar, yang merupakan risetnya bersama Mendikdasmen Abdul Mu’ti.
Isi buku itu mendokumentasikan interaksi historis dan praksis antara umat Kristen dan Muhammadiyah di berbagai daerah di Indonesia, sebagai model dialog dan kerja sama lintas iman yang nyata.
“Saat ini, di bawah kepemimpinan Pak Menteri Abdul Mu’ti nilai-nilai itu kami bawa ke kebijakan pendidikan dasar dan menengah agar lahir generasi yang unggul secara kognitif dan sosial-emosional, peka pada keberagaman, dan mampu mengatasi kesenjangan pendidikan,” ujar Fajar.
Ia juga menekankan pesan Paus Fransiskus bahwa pendidikan harus memanusiakan manusia, menumbuhkan kesadaran ekologis, dan memperkuat keseimbangan antara aspek kognitif dan sosial-emosional.
“Di Kemendikdasmen kami ingin membangun generasi unggul bukan hanya dari sisi kognitif, tapi juga aspek sosial, emosional, menumbuhkan empati dan mengatasi kesenjangan. Pendidikan adalah alat untuk keadilan. Ini mandat yang akan kami tegakkan,” ujar Fajar.
Fajar pun mengajak semua pihak, termasuk tokoh agama dan masyarakat, untuk terus menghidupkan pesan positif kunjungan Paus.
Terutama pesan untuk menarasikan nilai kemanusiaan, kebersamaan, dan bela rasa, terutama di ruang digital yang saat ini menjadi sumber informasi bagi generasi muda.
Dalam acara yang sama, Romo Kardinal Ignatius Suharyo menambahkan bahwa Paus Fransiskus merasa sangat senang berada di Indonesia karena selalu disambut wajah-wajah penuh senyum, bukan wajah muram atau marah.
Dalam perjalanan bersamanya, Paus Fransiskus sempat meminta sopir berhenti untuk memberi permen kepada anak-anak, menunjukkan perhatian sederhana yang menyentuh hati.
Adapun Fransisca Christy Rosana, jurnalis
Tempo
yang ikut dalam penerbangan bersama Paus Fransiskus, juga menceritakan pengalamannya.
Ia menuturkan bahwa Paus Fransiskus sangat ramah kepada jurnalis, membuka diri menjawab berbagai pertanyaan, dan menunjukkan kepedulian terhadap isu sosial-ekonomi negara-negara berkembang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.