Jakarta, Beritasatu.com – Bertengkar soal uang adalah salah satu tantangan paling umum dalam hubungan pernikahan, bahkan bagi pasangan yang saling mencintai dan memiliki komunikasi yang baik di aspek lain.
Perselisihan finansial sering kali tidak hanya berkaitan dengan jumlah uang, melainkan mencerminkan isu yang lebih dalam, seperti rasa aman, kebutuhan akan kontrol, atau ekspektasi yang tidak pernah diungkapkan.
Dikutip dari CNN, Selasa (28/10/2025), para pakar terapi keluarga dan perencana keuangan bersertifikat menekankan solusi konflik finansial dalam pernikahan dimulai dari perubahan cara pandang terhadap perbedaan tersebut.
Kuncinya adalah berfokus pada tujuan bersama, menunjukkan empati, dan memahami pasangan bukanlah lawan, melainkan rekan satu tim dalam membangun stabilitas finansial dan emosional.
Tiga Sumber Utama Perselisihan Finansial dalam Pernikahan
Menurut Thomas Faupl, seorang terapis keluarga dan pernikahan yang fokus pada terapi finansial, sebagian besar pertengkaran soal uang dipicu oleh tiga faktor utama. Ketiganya sering berakar dari pengalaman masa kecil serta aturan pribadi yang kita bentuk tentang uang.
1. Menabung vs pengeluaran
Salah satu pasangan mungkin memiliki standar keamanan finansial tinggi dan fokus menabung, sedangkan yang lain lebih menikmati hidup di masa kini. Kedua pandangan ini sama-sama valid, dan tantangannya adalah menemukan titik tengah yang bisa diterima bersama.
2. Tingkat utang yang tinggi
Baik utang yang dimiliki bersama maupun yang dibawa dari masa lalu, bisa menjadi sumber pertengkaran. Pasangan yang memiliki anak, misalnya, kerap berdebat antara kebutuhan liburan keluarga atau prioritas melunasi utang.
3. Kesenjangan kekayaan dan pendapatan
Perbedaan gaji atau latar belakang ekonomi dapat menimbulkan ketegangan dalam hal pembagian tanggung jawab dan keputusan finansial. Isu ini sering kali menyangkut dinamika kekuasaan dan kontrol dalam hubungan.
Mengenali Pola Tersembunyi di Balik Angka
Masalah keuangan di permukaan, seperti anggaran, tagihan, atau keputusan belanja, sering kali hanya puncak gunung es dari isu yang lebih dalam. Beberapa pola umum yang sering muncul antara lain:
Dinamika mengejar dan menghindar (pursuer withdrawer): Salah satu pihak mendesak untuk bicara, sementara pihak lain menghindar karena cemas atau merasa tertekan.Kisah uang di masa lalu: Pengalaman atau trauma finansial masa kecil tanpa disadari membentuk perilaku kita saat ini.Rasa malu dan ketakutan: Rasa takut gagal, takut ditolak, atau tidak berdaya sering tersembunyi di balik argumen keras.Ilusi kontrol: Keyakinan semuanya akan baik-baik saja jika pasangan melakukan hal yang kita katakan kerap menjadi penghalang utama dalam membangun kepercayaan dan rasa aman.Solusi Konflik Finansial Pernikahan
Untuk mengubah konflik menjadi kesempatan memperkuat hubungan, pasangan perlu membangun pola komunikasi baru dan cara berpikir yang lebih sehat. Berikut ini enam langkah praktis yang bisa diterapkan.
1. Ubah waktu dan situasi diskusi
Jangan membahas masalah uang saat sedang lelah atau emosi. Pilih waktu dan tempat yang kondusif agar diskusi tetap rasional. Tanyakan pada diri sendiri, “apakah ini harus dibahas sekarang, atau bisa dijadwalkan di waktu yang lebih tenang?”,
2. Gali akar masalah yang sebenarnya
Reaksi berlebihan terhadap hal kecil sering kali berasal dari kekhawatiran yang lebih besar, seperti rasa takut kehilangan pekerjaan atau ketidakpastian masa depan. Pahami konteks di balik tindakan pasangan sebelum mengambil kesimpulan.
3. Bangun rasa ingin tahu, bukan kepastian
Keyakinan diri sendiri selalu benar bisa menutup ruang empati. Alih-alih berdebat, tanyakan “apa yang paling penting bagi saya tentang hal ini?” dan “apa yang paling penting bagi kamu?” Rasa ingin tahu membuka ruang dialog yang lebih sehat.
4. Pisahkan niat dan dampak
Tidak semua niat baik berdampak positif. Sering kali seseorang berkata, “itu bukan maksudku”, tetapi pasangannya menjawab, “namun itu yang aku rasakan”. Akui niat dan dampak bisa berbeda, dan komunikasikan keduanya secara terbuka.
5. Tetapkan tujuan keuangan bersama
Fokus pada visi jangka panjang, misalnya “kita berdua ingin pensiun di usia 60 tahun”. Dengan tujuan bersama, perbedaan gaya finansial bisa dijembatani tanpa saling menyalahkan.
6. Ubah perspektif terhadap uang
Lihat uang bukan sebagai sumber konflik, tetapi sebagai kesempatan untuk memahami nilai, ketakutan, dan harapan pasangan. Dengan empati dan komunikasi yang jujur, keuangan menjadi alat untuk memperkuat hubungan, bukan merusaknya.
Solusi konflik finansial pernikahan tidak ditemukan dalam angka atau strategi keuangan semata, melainkan dalam kemauan kedua pihak untuk saling memahami dan bekerja sama.
Dengan berfokus pada empati, tujuan bersama, serta komunikasi terbuka, pertengkaran soal uang bisa berubah menjadi kesempatan membangun tim finansial yang solid dan hubungan yang lebih sehat.
