Polisi Tembak Polisi: Pembeking Tambang Ilegal Vs Penegak Hukum
Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
”
Lebih baik 60 tahun dengan Polisi jelek, daripada semalam tanpa Polisi. Semalam saja tidak ada polisi, besoknya negara hilang.
“- Ibnu Taimiyah.
KALIMAT
di atas datang dari seorang cendekiawan Islam Ibnu Taimiyah. Ia sering berbicara tentang pentingnya sistem pemerintahan yang adil dan menjaga keamanan untuk kelangsungan kehidupan sosial.
Pernyataan tersebut jika dikaitkan dengan kondisi saat ini, sebenarnya ingin menunjukkan dua sisi, yaitu pentingnya keberadaan polisi dan sindiran untuk Kepolisian yang dituntut bisa lebih baik.
Kalimat Ibnu Taimiyah itu juga pernah dikutip oleh Mahfud MD (saat menjabat Menko Polhukam) dalam Rapat Bersama Komisi III DPR membahas kasus terbunuhnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Bagaimanapun keberadaan Polisi tetap dibutuhkan.
Sampai saat ini Kepolisian masih terus berjuang memperbaiki citranya. Ulah dan tingkah laku dari segelintir oknum masih terus merusak citra institusi.
Mulai dari arogansi aparat, ketidakadilan, hingga tindak pidana, baik dilakukan aparat bawah hingga petinggi Polri. Semuanya menjadi sorotan publik mulai dari level daerah hingga nasional.
Tentu menjadi pertanyaan kepada aparat Polri, apakah mereka benar-benar mengabdikan diri sebagai ‘abdi negara’?
Jika mereka adalah Polisi yang mengabdi untuk negara, maka seharusnya menunjukkan sebagai pelayan masyarakat yang setia pada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Menurut Teori Sistem Struktural Fungsionalisme oleh Émile Durkheim, kekuasaan didistribusi kepada institusi-institusi negara untuk menjamin ketertiban dan kestabilan.
Berkaca dari teori ini, kekuasaan yang dimiliki Kepolisian seharusnya digunakan untuk menjamin ketertiban sosial atau kepentingan umum.
Banyaknya oknum polisi tidak lepas dari adanya ‘power yang lebih’, yang akhirnya memicu disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Ketika kekuasaan negara tidak difungsikan sebagaimana mestinya, masyarakat tidak lagi dipandang secara adil.
Keadilan dan pelayanan kepada masyarakat akhirnya menjadi hal yang sifatnya transaksional, tebang pilih sesuai bayaran, hingga hubungan mutualisme lainnya.
Pada 22 November 2024, tragedi kelam kembali mencoreng institusi Kepolisian. Polisi menembak polisi, kejadian untuk kesekian kali.
Kasat Reskrim Polres Solok
Selatan, AKP Ulil Ryanto Anshari menjadi korban penembakan yang dilakukan rekannya, Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar.
Kejadian tersebut berlangsung dalam keadaan sepi di lokasi parkiran belakang Polres, sekitar pukul 00.15 WIB.
Penyelidikan sementara Kepolisian, peristiwa ini diduga terkait penanganan
tambang ilegal
di wilayah tersebut.
Penembakan berawal dari ketegangan yang meningkat antara keduanya setelah AKP Ulil melakukan tindakan tegas terhadap penambang ilegal di Solok Selatan.
Singkat cerita, AKP Dadang Iskandar diduga tidak senang dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh AKP Ryanto Ulil atas kasus tambang ilegal galian C.
Sebenarnya dari kasus ini, terlihat bahwa AKP Dadang Iskandar bukan bertindak sebagai Polisi yang menegakkan hukum, tapi seperti beking dari tambang ilegal.
Terlihat ada dua pihak berbeda kepentingan di internal Polres Solok Selatan terkait tambang ilegal: penegakan hukum dan pembeking tambang ilegal galian C untuk keuntungan pribadi.
AKP Dadang Iskandar harus dihukum seberat-beratnya. Polisi harus berusaha menjerat pelaku dengan Pasal 340 KUHP, yaitu pembunuhan berencana. Ancaman hukumannya mati.
Polisi juga harus mengembangkan penyidikan dengan mencari siapa saja yang terlibat membekingi tambang ilegal galian C bersama AKP Dadang Iskandar.
Selain itu, perlu dilakukan evaluasi penggunaan senjata api berkaca pada rentetan kasus
polisi tembak polisi
dan polisi tembak masyarakat sipil selama ini.
Pemeriksaan rutin harus benar-benar dilakukan untuk menjamin petugas yang dilengkapi senjata api sehat secara jasmani dan rohani.
Reformasi Kepolisian benar-benar darurat dan mendesak. Memperbaiki citra Kepolisian adalah tugas berat dari Kapolri bersama jajarannya.
Persoalan kepolisian saat ini bukan lagi persoalan kasuistis, tapi persoalan sistemik yang ada dalam Kepolisian.
Kepolisian harus menunjukkan bahwa mereka berasal dari rakyat. Kepolisian harus memperlihatkan bahwa mereka adalah abdi negara, bukan Polisi yang menjadikan keadilan sebagai ladang transaksional dan berbisnis dengan rakyat.
Sebagai penutup, kalimat dari Sir Robert Peel, sering dianggap sebagai ‘Bapak Polisi Modern,’ “The police are the public, and the public are the police”.
Kepolisian yang efektif adalah Polisi yang berorientasi pada masyarakat. Polisi bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga bekerja sama dengan masyarakat untuk menciptakan keamanan dan ketertiban.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.